Sebuah terjemahan sederhana dari salah satu Bab pada
buku "Philosophy of Language" karya: William G. Lycan
Tinjauan
Menyampaikan Makna dan Simpulan
Implikatur Percakapan
"Presuposisi" dan Konvensional
Implikatur
Daya Tidak Langsung
Ringkasan
A. Tinjauan
Untuk memahami keseluruhan makna, suatu kalimat
memerlukan kalimat lain. Namun, ada beberapa cara untuk memahami makna kalimat
maupun ucapan-ucapan tersebut. Pertama, seringkali penutur menggunakan kalimat
yang maknanya tidak selalu sama dengan makna sebenarnya, misalnya pada sarkasme
(halusàkasar) atau
kalimat bermakna banyak.
Grice dalam teorinya “implikatur percakapan”
mengemukakan bahwa implikasi (siratan) dihasilkan oleh serangkaian prinsip
percakapan yang mengatur kerja sama. Petutur mengambil simpulan berdasarkan
implikasi yang diperolehnya dari kerja sama saat bertutur. Namun, kesulitannya
adalah mengambil simpulan dari implikasi secara cepat dan akurat.
Kedua, kritikan Strawson terhadap Theory of Descriptions milik Russell yang menunjukkan gagasan
tentang “presuposisi” yang berbeda pada entailmen. Ketika presuposisi gagal,
kalimat tersebut tidak salah, tetapi tidak
memiliki kebenaran pada keseluruhannya. Dalam hal ini, sulit ditemukan contoh
yang sesuai.
Ketiga, beberapa implikasi memiliki pilihan kata
khusus, seperti “tapi” yang dilawankan dengan “dan”. Keduanya memiliki kesamaan
makna, kecuali pada konotasi kontrastif. Grice menyebutnya sebagai gejala
“implikatur konvensional”.
Keempat, ada beberapa kalimat yang digunakan untuk
melakukan tindak tutur selain tindakan yang ditandai dengan tata bahasa dan isi
semantik. Untuk menjelaskan “daya tidak langsung”, Searle mencoba memperluas
teori Grice tentang “implikatur percakapan”. Akan tetapi, hal tersebut gagal
karena sedikitnya ketersediaan data yang tidak mampu memberikan alternatif yang
memuaskan.
Davidson mengemukakan tentang semantik yang mampu
melihat implikasi pada kalimat yang memiliki hubungan entailmen. Akan tetapi,
Grice (1975) telah mengemukakan bahwa implikasi berasal dari berbagai jenis
yang menjadi gejala secara alami.
B. Menyampaikan Makna dan Simpulan
Pertama, “menyampaikan makna” tuturan. Hal tersebut
wajar (meskipun tidak wajib) untuk menggambarkan gejala pada makna penutur.
Pada banyak kasus percakapan, kalimat yang diucapkan penutur memiliki makna
sebagai P, tetapi maksud utama komunikasi penutur adalah untuk menyampaikan
sesuatu yang berbeda itu Q. Misalnya, saya berkata pada seorang pengunjung yang
ribut “There’s the door,” yang maknanya
bukan berarti “You are to leave now,”.
Dalam hal ini, saya mengatakan satu hal, tetapi maksudnya lain. Pengunjung yang
ribut benar-benar dituntut untuk memikirkan hal ini sejenak.
Di sini terdapat fenomena
linguistik (seperti daya ilokusi). Hal tersebut merupakan bagian yang harus
dipahami sebagai penutur yang berkompeten dalam bahasa. Jika Anda adalah
penutur asing yang fasih berbahasa Inggris atau setidaknya telah belajar makna
leksikal pada kata-kata dan cukup mengetahui tata bahasa untuk memahami makna
sebenarnya (harfiah) pada kalimat, meskipun terdapat penghilangan terhadap
hal-hal penting.
C. Implikatur Percakapan
Grice
(1975) melihat makna penutur sebagai komunikasi yang
menggambarkan keadaan mental seseorang. Ia mulai mengaji hal tersebut sebagai
sebuah mekanisme percakapan dan norma-norma sosial yang ikut mengatur
terjalinnya kerja sama dalam percakapan. Ia kemudian melanjutkan konsep
tersebut untuk mengembangkan teorinya yang dikenal dengan “Implikatur
Percakapan”.
Grice
mengemukakan tentang prinsip kerja sama: “Berikanlah
kontribusi percakapan Anda seperti yang diperlukan saat Anda terlibat pada
percakapan tersebut”. Prinsip Kerja Sama ini memiliki beberapa maksim
percakapan, yaitu:
(M1) Buatlah kontribusi Anda
informatif dalam percakapan sesuai dengan tujuan pertukaran. (Maksim Kualitas)
(M2) Jangan membuat kontribusi Anda lebih
informatif dari yang diperlukan.
(M3) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda
yakini salah.
(M4) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda
tidak memiliki bukti cukup. (Maksim Kuantitas)
(M5) Buatlah menjadi relevan. (Maksim Relevansi/Hubungan)
(M6) Hindari ambiguitas. (Maksim
Cara)
(M7) Singkat (menghindari hal bertele-tele yang tidak perlu).
Maksim berfungsi untuk mempercepat pemberian dan penerimaan informasi
dengan cara yang jelas. Hal inipun dimaksudkan agar penjelasan yang dikemukakan
oleh pembicara merupakan suatu kebenaran, tanpa melibatkan makna yang lain.
Grice menawarkan hal tersebut dalam bentuk pola standar penalaran bagi
pendengar (petutur).
Teori
Grice
tentang
implikatur percakapan
diterima secara luas.
Ada
dua keluhan yang dikemukakan berkaitan dengan teori tersebut.
Pertama, beberapa
filsuf
curiga terhadap
sejumlah
penalaran
yang kompleks dalam waktu seketika dan
hampir tidak disadari sepenuhnya. Sedangkan dalam berbagai bentuk kehidupan
secara nyata, banyak penalaran yang dilakukan secara cepat, namun tetap dalam
keadaan sadar. Kedua,
sebagian
besar penalaran dari Gricean terbagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap awal negatif
dan tahap positif. Pada tahap
awal
negatif,
pendengar
mendeteksi bahwa
makna
pembicara
menyimpang
dari makna
kalimat.
Pada tahap
positif,
si pendengar
menyimpulkan
pembicaraan.
Praktisi yang mengaji “relevansi” berpendapat bahwa
ada jenis baru dari implikasi yang disebut dengan eksplikatur. Eksplikatur
merupakan sesuatu yang tersirat, namun terlihat.
Carston (1988) dan Recanti (1989) memberikan contoh:
Dia meletakkan surat itu, meneteskan air matanya, dan berjalan perlahan ke tepi
tebing, kemudian melompat. Implikasi
menyatakan bahwa si Dia melompat ke tebing. Implikasi ini tidak bisa dibatalkan
tanpa adanya kontradiksi seperti menambahkan “bukan melompat ke tebing,
melainkan hanya naik-turun dekat tepinya”. Dalam hal ini, Carston dan Recanti
berpendapat jika implikasi tidak dibatalkan secepatnya, implikasi tetap akan
bertahan pada subjek yang melompat ke tebing.
Teori Relevansi ini berbeda dengan pengembangan model
Grice. Mereka menolak adanya proses linguistik secara khusus untuk menghasilkan
implikatur, terutama pada penerapan maksim percakapan Grice. Sebaliknya, mereka
tetap mempertahankan konsep implikatur sebagai hasil pengolahan kognitif yang
bertujuan untuk mengefesiensikan informasi secara umum.
D. Presuposisi dan Implikatur Konvensional
Seorang filsuf dan ahli bahasa banyak mengambil ide
Strawson yang memberikan contoh: Raja Perancis saat ini botak. Strawson
berpendapat bahwa Raja Perancis adalah
botak tidak salah, tetapi tidak memiliki nilai kebenaran sepenuhnya. Dalam
hal ini terlihat presuposisi yang menyatakan adanya Raja Perancis dan ia botak.
Situasi ini terjadi terus-menerus sehingga membuat sebuah konvensi pada
masyarakat bahwa Raja Perancis itu botak. Implikatur yang secara konvensional
telah terbentuk dapat dibatalkan dengan pernyataan “Raja Perancis sekarang
tidak botak”.
Grice menyebutkan bahwa pembicara mengimplikasikan
sesuatu dengan tidak mengatakannya secara benar. Contohnya, Ia seorang
berkebangsaan Inggris. Oleh karena itu, ia pemberani.
E. Daya Tidak Langsung
Tindak tutur dari pemakaian seperti biasanya
dari deklaratif adalah untuk membuat pernyataan, interogatif adalah untuk
mencari informasi, dan dan direktif untuk memerintah.
(11) Aku ingin kau pergi
ke Festival Brokoli dengan aku.
(12) Dapatkah Anda mencukupkan
garam?
(13) Percayalah padaku ketika aku
mengatakan
tidak akan pernah lagi mencampur
Glenfiddich dan obat penghilang rasa sakit.
(14) Katakan padaku bagaimana kamu menyelamatkan Kate
Winslett dari katak pohon raksasa yang makan Pittsburgh.
(15) Aku ingin kamu mengatakan
padaku apa yang terjadi dengan ketiga anakku.
Kalimat (11) secara tata bahasa merupakan kalimat
deklaratif, tetapi biasanya digunakan untuk meminta atau memerintah. Kalimat (12)
adalah kalimat interogatif, namun biasanya tidak digunakan sebagai pertanyaan
mencari informasi, melainkan berisi permintaan. Kalimat (13) dan (14) merupakan
kalimat imperative, namun biasanya digunakan untuk membuat pernyataan maupun
pertanyaan. Sedangkan kalimat (15), meskipun digunakan untuk menyatakan sesuatu
(deklaratif), namun lebih serin digunakan untuk mengajukan pertanyaan.
Searle
(1975) menyarankan adanya
pendekatan konservatif untuk
kalimat tidak
langsung. Ia berpendapat bahwa kalimat
tidak langsung pada suatu
ucapan dapat diprediksi hanya dengan menggunakan
prinsip-prinsip umum tindak tutur. Teori ini digunakan untuk mengetahui
bagaimana mekanisme pendukung Grice pada tuturan.
F. Simpulan
Pembicara sering kali menyampaikan sesuatu yang tidak
sesuai dengan makna secara harfiah pada kalimat yang diujarkannya.
Grice mengemukakan teori tentang implikatur percakapan
yang membahas implikasi dari seperangkat prinsip kerja sama. Akan tetapi, hal
ini ditentang oleh Davis.
Penganut Teori Relevansi menolak gagasan implikatur
yang dihasilkan oleh seperangkat maksim percakapan. Mereka berpendapat bahwa
implikatur merupakan produk yang berasal dari pengolahan kognitif untuk
mengefesienkan informasi secara umum.
Strawson mengkritik Teori Deskripsi dari Russel yang
membedakan antara presuposisi dengan entailmen. Akan tetapi, contoh yang jelas
dari relasi ini sulit ditemukan.
Implikatur konvensional memiliki pilihan kata yang
khusus.
Searle mencoba menjelaskan teori Grice tentang
implikatur melalui penggunaan kalimat tidak langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar