PENDAHULUAN
Pendidikan, baik dalam teori maupun
praktik mempunyai sejarah kehidupan dan perkembangan. Angkatan yang telah lalu
berusaha agar angkatan berikutnya bertambah maju atau lebih baik dari apa yang
telah dicapai oleh generasi yang mewariskannya; atau sekurang-kurangnya
berusaha mempertahankan nilai-nilai yang telah dicapainya (Suparlan, 1984: 14).
Dalam sejarah pendidikan akan dapat dilihat pula nilai-nilai yang sudah tidak
dapat digunakan dalam arti sudah usang dan harus ditinggalkan; ada pula
nilai-nilai yang tepat bertahan, yang dapat digunakan dan dilaksanakan untuk
masa sekarang. Nilai-nilai abadi ini harus tetap diakui adanya. Maka tepatlah
ungkapan yang menyatakan “Kita belajar dari sejarah”.
Sejarah pendidikan dari berbagai
bangsa telah mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan selalu mengalami
perubahan dan pembaharuan. Pendidikan pada masa ini merupakan perkembangan
pendidikan yang terjadi sebelumnya dalam bentuk perwujudan potensi-potensi yang
dimiliki berdasarkan ukuran-ukurannya. Suparna (dalam FIP-IKIP Malang, 1988:
190) mengemukakan mengenai ukuran perkembangan yang dapat berupa norma, tujuan
yang dicita-citakan, kegunaan secara praktis di masyarakat, nilainya yang mampu
mengembangkan harkat manusia seutuhnya dan mutu kehidupannya, atau norma
lainnya yang dapat diterima oleh masyarakat dan bangsanya.
Makalah ini akan membahas mengenai landasan
historis pendidikan yang menjadi dasar terbentuknya pendidikan nasional
merdeka.
LANDASAN
HISTORIS PENDIDIKAN
DI
INDONESIA
Landasan historis pendidikan merupakan
asas yang terbentuk dalam sejarah pendidikan yang berliku-liku dan tersusun
secara mendalam. Landasan historis penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
didasarkan pada 3 tonggak, yaitu:
(1) pendidikan tradisional
Pendidikan tradisional merupakan
tonggak pertama yang menjadi landasan historis penyelenggaraan pendidikan di
nusantara yang dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia.
(2) pendidikan kolonial Barat
Pendidikan kolonial Barat merupakan
penyelenggaraan pendidikan di nusantara oleh pemerintah kolonial Barat,
terutama oleh pemerintah kolonial Belanda.
(3) pendidikan militer Jepang
Pendidikan kolonial Jepang merupakan
penyelenggaraan pendidikan di nusantara Indonesia oleh pemerintah militer
Jepang saat Perang Dunia II.
A.
Pendidikan Tradisional
1.
Pendidikan Hindu-Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke
Indonesia sekitar abad ke-5, tumbuh dan berkembang secara harmonis. Hinduisme
dan Budhisme adalah agama yang berbeda, tetapi di Indonesia tampak adanya
kecenderungan sinkretisme.
Ajaran agama Hindu membagi keseluruhan
hidup manusia dalam empat masa yang disebut Catur
Asrama.
a. Brahmacharya
asrama: tingkat hidup berguru;
b. Grihasthasrama:
tingkat hidup berumah tangga;
c. Vanaprastha
asrama: tingkat hidup mengasingkan diri; dan
d. Samnyasa
asrama: tingkat hidup berkelana.
Pendidikan Hindu dan Budha
dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupanan beragama. Tujuan
pendidikan sama dengan tujuan hidup yang diajarkan oleh agama yaitu mencapai
moksa dan kesejahteraan umat manusia, seperti yang tercantum dalam kitab Weda:
“Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah”.
Agama Hindu mengajarkan agar penganutnya berbuat kebaikan.
Ajaran Hinduisme dan Budhisme
dilaksanakan di perguruan-perguruan yang lebih dikenal dengan nama peguron.
Peguron pada masa itu terbagi menjadi dua, yaitu:
a. perguron kraton
Puri atau kraton dijadikan tempat
berlangsungnya pendidikan. Pendidikan dilakukan oleh Bapak terhadap anaknya,
atau seorang raja yang menunjuk pendeta yang ahli dalam pendidikan untuk
mendidik anaknya.
b. peguron biasa
Peguron ini didirikan di luar istana
dan dipimpin oleh seorang yang berilmu. Perguruan ini mengajarkan mengenai ilmu-ilmu
agama. Yang diajar biasanya anak-anak pilihan dari keluarga bangsawan atau kaum
brahmana. Perguron ini biasanya ada di
daerah atau desa khusus untuk para pendeta.
Peguron
cenderung didirikan untuk kaum brahmana, kerajaan, dan bengsawan. Sedangkan pendidikan
untuk rakyat biasa dilaksanakan dalam keluarga masing-masing dengan cara
meneladani orang tua mereka dalam bidang adat istiadat dan pekerjaan. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila pekerjaan yang dilakukan seseorang
bersifat turun-temurun.
2.
Pendidikan Islam Tradisional
Perkembangan
pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di
nusantara. Islam mulai masuk ke Indonesia akhir abad ke-13 dan mencakup
sebagian besar nusantara pada abad ke-16. Kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah Samudra Pasai di Aceh, sedangkan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah
kerajaan Demak.
Tujuan
pendidikan Islam sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya
kepada Allah swt., sesuai dengan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw
dalam bentuk Alquran, serta perkataan, tingkah laku, dan perbuatan nabi sendiri
(sunnah) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Islam
mengajarkan keimanan, ketakwaan,dan akhlak. Di dalam Islam ada yang dimaksud
dengan arkan al-iman, usul ad-din, atau Rukun Iman yang terdiri dari enam
perkara yaitu: (1) percaya kepada Allah, (2) percaya kepada malaikat, (3)
percaya kepada kitab, (4) percaya kepada rasul, (5) percaya kepada hari akhir
(kiamat), dan (6) percaya kepada takdir (Qada dan Qadar). Selain itu, hal
terpenting di dalam Islam adalah menegakkan tiang agama, atau yang disebut
dengan rukun Islam. Rukun Islam terdiri dari lima macam kewajiban, yaitu: (1)
syahadat, (2) sholat, (3) puasa, (4) zakat, dan (5) puasa.
Orang
Islam diwajibkan mempunyai akhlak yang terpuji, atau berbudi pekerti, atau
berperilaku mulia seperti yang diteladankan oleh Nabi Muhammad saw. selama
hidupnya. Diriwayatkan bahwa Nabi mempunyai sifat sebagai berikut:
(1) kesucian pikiran dan kebersihan badan,
(2) hidup sederhana,
(3) cinta dan bakti kepada Tuhan,
(4) tidak menyetujui penghukuman terhadap diri
sendiri dan menebus dosa,
(5) bersikap baik dan adil terhadap diri
sendiri,
(6) sangat sabar dalam kesukaran dan kesusahan,
(7) menguasai diri,
(8) mandiri dalam menetapkan keadilan dan
perlakuan adil,
(9) mempunyai perhatian terhadap orang-orang
miskin,
(10) menjaga kepentingan si miskin,
(11) memperlakukan budak dengan baik dan kasih
sayang,
(12) menjamin perempuan memperoleh kedudukan terhormat
dan perlakuan yang wajar dan pantas,
(13) memerintahkan setiap orang membuat wasiat
untuk menyelesaikan urusannya setelah ia meninggal,
(14) memperlakukan tetangga dengan ramah dan penuh
pengertian,
(15) lebih menekankan pada pahala berbakti dan
menghormati kedua orang tua serta memperlakukan dengan baik dan kasih sayang,
(16) memilih pergaulan dengan orang-orang baik,
jika ada sahabat yang memiliki kelemahan akan ditegur dengan ramah secara empat
mata,
(17) berhati-hati membawa diri agar tidak
menimbulkan salah paham,
(18) tidak mengemukakan kesalahan dan kelemahan
orang lain,
(19) tidak mencampuri, mengecam, dan mencela
urusan orang lain yang tidak ada kaitan dengan diri sendiri,
(20) memperlakukan binatang dengan baik,
(21) memberi teladan atau contoh-contoh,
(22)
berani dalam menghadapi bahaya,
(23) tenggang rasa terhadap orang yang kurang
sopan, dan
(24) penghargaan terhadap abdi-abdi
perikemanusiaan.
Pendidikan
Islam di nusantara tidak dilaksanakan secara terpusat. Hal ini biasanya
dilakukan oleh para ulama Islam dalam rangka penyebaran agama dan pembinaan
umat Islam. Penyebaran dan pembinaan yang terkoordinasi dilaksanakan oleh para
wali di Jawa, terutama Wali Songo.
3.
Pendidikan Katolik dan Protestan
a. Kedatangan Bangsa Portugis (Pendidikan Katolik)
Bangsa
Portugis selama abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan
Timur-Barat, dengan cara menempuh jalan laut menuju dunia Timur dan menguasai
bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat melalui laut. Rajanya menyatakan dirinya sebagai: “Yang
Dipertuan bagi pelayaran serta perdagangan dan bagi daerah takluk Etiopia,
Tanah Arab, Parsi, dan India.”
Albuquerque
bermaksud mendirikan suatu negeri jajahan yang besar. Kekuasaannya didasarkan
pada kekuatan angkatan laut dan sejumlah benteng yang tersebar letaknya.
Benteng-benteng tersebut akan melindungi perdagangan di daratan. Bandar dan
pulau yang menjadi kunci kekuasaan di seluruh daerah Timur harus berada di
tangan orang Portugis. Untuk mencapai tujuan tersebut, Albuquerque melakukan
penaklukan-penaklukan sejumlah daerah seperti Goa, Malaka, Aden, Ormuz, dan
Ternate.
Portugis
datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud untuk mencari kekayaan,
kejayaan, dan penyebaran agama Katolik. Oleh karena itu, setiap operasi
perdagangannya, mereka menyertakan paderi-paderi missionaris yang bertugas
menyebarkan agama Katolik. Paderi yang sangat terkenal bernama Franciscus
Xaverius dari orde Jesuit.
Orde
Jesuit (Jesus) memiliki tujuan yaitu Ad
Mojerem Die Glorian “Segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari
tuhan.” Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu
(1) memberi ceramah, (2) memberi pelajaran, dan (3) pengakuan.
Tahun
1536 pengusaha Portugis yang bernama Antonio Galvano mendirikan sekolah
Missionaris di Ternate. Sekolah ini didirikan untuk anak-anak pemuka pribumi.
Akan tetapi, sekolah Missionaris ini kurang berhasil. Hal ini dikarenakan
adanya hubungan yang kurang baik antara kesultanan Ternate dengan bangsa
Portugis.
b. Kedatangan Bangsa Belanda (Pendidikan
Protestan)
Tahun 1596 Belanda datang ke Indonesia
di bawah pimpinan Cornelis de Houtman di Banten. Mereka datang ke Indonesia
untuk membeli rempah-rempah. Oleh karena banyaknya pedagang Belanda yang datang
ke Indonesia, dibentuklah kongsi dagang yang disebut VOC agar tidak terjadi
persaingan di antara mereka. VOC memiliki hak-hak istimewa yang menyebabkannya
berkembang cepat dan melumpuhkan pedagang-pedagang Portugis.
Pada masa itu telah didirikan
sekolah-sekolah Zending. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan
terselenggaranya pendidikan Islam Tradisional di nusantara dan mendukung
diselenggarakannya sekolah yang bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen.
Usaha untuk memperluas pengaruhnya,
VOC menggunakan taktiknya dalam menguasai nusantara melalui politik pecah belah
(devide at empera) dan perang. Usaha ini pada umumnya berhasil karena Indonesia
pada saat itu mudah sekali diadu domba. Saat itu merupakan kejayaan bagi
pemerintahan Belanda di Indonesia. Namun, akhirnya VOC dibubarkan karena
ditemukan bukti terjadinya korupsi yang menyebabkan kritisnya uang kas negara. Sejak
saat itu VOC digantikan oleh Bataafsche Republiek.
B.
Pendidikan Kolonial Barat
1.
Pemerintahan Kolonial Belanda
Pada
tahun 1807 Bataafsche Republiek dihapus oleh kaisar Napoleon Bonaparte dan
diganti menjadi koninkrijk Holland (kerajaan Belanda) yang dipimpin Louis
Napoleon Bonaparte. Louis Napoleon Bonaparte mengirim Daendles sebagai Gubernur
Jenderal Hindia Belanda.
Pemerintahan
yang dipimpin oleh Daendles digantikan oleh Jenderal Jensens. Saat itu tentara
Inggris menyerang dan Belanda menyerah. Akibatnya pemerintahan digantikan oleh
Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Salah satu tindakan yang
dilakukannya adalah meletakkan batu pertama dalam membangun pengetahuan di
Indonesia. Penyelidikannya dibantu orang-orang Indonesia yang pada akhirnya
mampu menyokong perkumpulan kebudayaan dan pengetahuan seperti Bataviaasch
Genootschap. Akan tetapi, keberadaan Inggris tidak bertahan lama di Indonesia.
Belanda kembali memegang kekuasaan.
Di negara Belanda kaum Liberal
memperoleh kemenangan di parlemen. Hal ini menyebabkan beberapa perubahan,
seperti adanya penghapusan tanam paksa, diterimanya UU komtabilitas,
diterimanya UU Agraria. Akan tetapi, pelaksanaannya di Indonesia tidak sesuai
dengan yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan beberapa
pemberontakan di daerah-daerah seperti perang Diponegoro (1825-1830), perang
Paderi (1821-1830), perang Aceh (1837-1904), perang Batak (1878-1907), dan
perang Bali (1914-1849).
2.
Kecenderungan Penyelenggaraan Pendidikan
Kecenderungan penyelenggaraan
pendidikan masa kolonial Belanda terlihat bahwa pendidikan Islam dibiarkan
berkembang. Sistem pendidikannya ada yang tetap menggunakan sistem lama yaitu
pengajian Alquran, tetapi ada juga yang mengalami pembaharuan seperti bentuk
pesantren modern (pondok pesantren Tebuireng dan Gontor). Selain itu, Belanda
juga mendirikan sekolah-sekolah agama.
Penyelenggaraan pendidikan untuk Bumiputera
didasarkan pada aliran liberalisme yang menginginkan adanya sifat netral dalam
agama, sehingga pendidikan agama tidak diberikan. Dalam penyelenggaraan
pendidikan ini juga terdapat politik diskriminasi yang membedakan antara
pribumi dengan Eropa. Umumnya, pembukaan sekolah-sekolah dan perluasannya lebih
banyak didorong oleh kebutuhan praktis yang berkaitan dengan pekerjaan dan
pemenuhan tenaga kerja (pegawai negeri).
Sistem persekolahan sebelum abad ke-19
dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. sekolah dasar dan lanjutan untuk golongan
penduduk Eropa,
b. sekolah dasar negeri dan sekolah raja untuk
golongan penduduk Bumiputera, dan
c. sekolah kejuruan yang dapat diikuti oleh
golongan Eropa dan Bumiputera.
Pendidikan
setelah abad ke-19 didasarkan pada landasan liberalisme kapitalistik, perluasan
pendidikan Bumiputera yang diselaraskan dengan kepentingan penanaman modal
terutama para kapitalis Belanda. Tujuan pendidikan pada masa ini sama dengan
tujuan sebelumnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan praktis yang berkaitan dengan
pekerjaan dan pemenuhan tenaga kerja (pegawai negeri menengah dan rendah).
Sistem persekolahan dibagi menjadi 2, yaitu:
a.
tiga jenjang pendidikan: pendidikan
rendah, pendidikan lanjutan, dan pendidikan tinggi.
b.
pendidikan rendah: sekolah Eropa dan
sekolah Bumiputera.
C.
Pendidikan Militer Jepang
Jepang datang ke Indonesia dengan
membawa semboyan “Kemakmuran Bersama, Asia untuk Asia.” Mulanya Jepang disambut
dengan gembira oleh bangsa Indonesia karena dianggap penyelamat. Hal ini dapat dilihat
dari kesediaan bangsa Indonesia membantu Jepang dalam memenangkan perang Asia
Timur Raya.
Hal-hal yang dilakukan Jepang selama
pendudukannya di Indonesia adalah (1) membentuk gerakan Tiga A (Nippon
Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon Pemimpin Asia), (2) pengembangan
bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, serta (3) pergerakan tenaga rakyat dan sumber
bukan manusia secara paksa.
1. Penyelenggaraan
pendidikan pada masa Jepang.
a. Pendidikan dilaksanakan atas dasar idiil
Hakko-Ichi-U. Pendidikan adalah alat untuk mencapai Kemakmuran Bersama Asia
Timur Raya. Secara praktis, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga
terampil dan prajurit perang.
b. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa
pengantar resmi dalam pendidikan, sedangkan bahasa Jepang dijadikan bahasa
kedua. Keberadaan bahasa Belanda dianggap terlarang.
c. Tidak adanya perbedaan dalam pelayanan
pendidikan.
2. Jenis Persekolahan pada masa Jepang.
a. Sekolah Rendah (sekolah rakyat) selama 6
tahun.
b. Sekolah Pelajaran dan Sekolah Pelajaran
Tinggi.
c. Sekolah Tinggi Pamong Praja dan Sekolah
Tinggi Kedokteran Hewan.
3. Pembinaan Guru
a. Indoktrinasi mental idealogis mengenai
Hakko-Ichi-U.
b. Latihan kemiliteran dan semangat Jepang.
c. Pendidikan sejarah dan bahasa Jepang beserta
adat istiadatnya.
d. Pendidikan ilmu bumi yang ditinjau dari segi
geopolitik.
e. Olahraga, lagu-lagu, dan nyanyian Jepang.
4. Pembinaan Siswa
a. Setiap pagi menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.
b. Setiap pagi mengibarkan bendera Jepang dan
menghormat pada kaisar Jepang.
c. Mengucap sumpah setia kepada cita-cita
Indonesia.
d. Senam untuk memelihara semangat Jepang.
e. Latihan fisik dan militer.
f. Kerja bakti membersihkan lingkungan.
g. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar, bahasa Jepang sebagai bahasa wajib, dan bahasa daerah untuk Sekolah
Rakyat 1 dan 2.
Perintis Sistem Pendidikan di Indonesia
a.
Pergerakan Politik
Budi
Utomo
Budi Utomo didirikan 20 Mei 1908 oleh
Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia menganjurkan pentingnya perluasan pendidikan bagi
rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan perkumpulan ini yaitu untuk
mencapai kemajuan yang selaras bagi negeri dan bangsa, terutama memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan.
Sarekat Islam
Organisasi ini didirikan oleh H.
Samanhudi pada akhir 1911 yang mulanya bernama sarekat dagang Islam. Tujuan
dari Sarekat Islam adalah memajukan semangat dagang bangsa Indonesia, memajukan
kecerdasan rakyat, dan hidup menurut perintah agama Islam, menghilangkan
paham-paham yang keliru tentang agama Islam.
De
Indische Partij
Organisasi ini didirikan oleh Dr.
E.F.E. Douwes Dekker pada tanggal 6 September 1912. tujuannya adalah Indie
merdeka; dasarnya: Nationaal Indisch; semboyan: Indie untuk Indie, berusaha
membangkitkan rasa cinta tanah air dari semua Indie, berusaha mewujudkan kerja
sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan kemerdekaan.
Partai
Indonesia Merdeka
Didirikan di Bandung, 4 Juli 1927 yang
digerakkan oleh Algemene Studie-club Bandung dipimpin oleh Sukarno. Partai ini
bercita-cita Indonesia merdeka dengan melakukan aksi non-kooperatif, dan
terbuka untuk semua golongan. Partai ini memiliki program politik, ekonomi, dan
sosial. Program sosialnya berupa: memajukan pengajaran yang bersifat
kebangsaan, memperbaiki kedudukan kaum wanita, memerangi pengangguran,
memajukan perpindahan ke lain pulau Indonesia, mendirikan dan menyokong
perkumpulan-perkumpulan sekerja, memajukan kesehatan rakyat, dan membasmi
penghisapan madat serta peminum alkohol.
b.
Pergerakan Keagamaan
Muhammadiyah
Didirikan pada tanggal 18 November
1912 oleh K.H. Akhmad Dahlan. Salah satu cita-citanya adalah melepaskan agama
Islam dari adat kebiasaan yang jelek, supaya agama Islam dapat menyelaraskan
diri dengan perubahan zaman, tetap bersifat muda, dan menghindarkan diri dari
kelemahan dan keburukan. Muhammadiyang merupakan organisasi keagamaan yang
berasaskan islam, bertujuan untuk memajukan pengajaran ilmu agama, dan hidup
menurut peraturan agama Islam. Cara yang ditempuh antara lain (1) mendirikan,
memelihara, dan membantu sekolah-sekolah berdasarkna Islam, (2) membahas
pasal-pasal ilmu agama Islam, (3) mendirikan dan memelihara mesjid dan langgar.
Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan berjasa adalah (1) Kwekschool
Muhammadiyah, Yogya; (2) Mu’allimat Muhammadiyah, Solo, Yogya, dan Jakarta; (3)
Zu’ama/za’mat, Yogya; (4) Kulliyah Muballighin/Muballighat, Padang Panjang; (5)
Tablighschool, Yogya; dan (6) HIK; Muhammadiyah, Yogya.
c.
Pergerakan Wanita
R.A.
Kartini
Ia merupakan pelopor pergerakan wanita
yang pertama. Ia berhasil membuka Sekolah Wanita yang pertama di Indonesia.
Gagasan tentang pendidikan antara lain menyatakan: “berilah pendidikan kepada
bangsa kita. Berilah pendidikan hati dan pikiran kepada wanita, nanti mereka
akan menjadi peserta dalam menunaikan tugas suci, peradaban rakyat kita yang
berjuta-juta ini. Berikanlah Ibu-Ibu yang tegas dan bijaksana, maka kemajuan
bangsa hanya soal waktu saja.” Secara resmi sekolah yang dicita-citakannya
berdiri. Mula-mula siswanya hanya 9 orang dengan materi pelajaran berupa
menjahit, menyulam, memasak, dan bahasa Jawa. Sekolah Kartini kemudian
didirikan di beberapa daerah seperti Semarang (1912), Jakarta (1913), Malang
(1916), Madiun dan Bogor (1914), Cirebon (1916), Rembang (1918), Pekalongan
(1917), Indramayu (1918), dan Surabaya (1918).
R. Dewi
sartika
Beliau merupakan tokoh wanita dalam
dunia pendidikan. Ia membangun sekolah Kautamaan Isteri dengan bantuan dari
Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara dan Ibu Uwid. Sekolah ini memiliki 2 kelas
dengan jumlah murid mula-mula 20 orang. Yang diajarkan pada sekolah ini sama
dengan sekolah-sekolah umum hanya ditambah dengan beberapa keterampilan seperti
memasak, mencuci, menyeterika, dan membatik.
d.
Perguruan Taman Siswa
Ki Hajar
Dewantara
Nama sebenarnya adalah R.M. Suwardi
Suryadiningrat. Pada 3 Juli 1922 mendirikan Perguruan taman Siswa di
Jogyakarta. Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional, dan
badan pembangunan masyarakat serta kebudayaan. Ia mengartikan pendidikan sebagai
proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang memiliki
kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada
pencapaian kemerdekaan lahir batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup
lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Cita-cita pendidikan Taman Siswa
adalah membangun orang yang berpikir merdeka, ialah manusia yang merdeka lahir
dan batin. Jenjang dan jenis pendidikan Taman siswa terbagi menjadi (1) Taman
Indria, (2) Taman Anak, (3) Taman Muda, (4) Taman Dewasa, (5) Taman Madya, (6)
Taman Sarjana, (7) Taman Guru, dan (8) Taman Karya.
Muhammad
Syafei
Muhammad Syafei lahir di sumatera
Barat pada tanggal 21 Januari 1896. Ia pernah mengajar di sekolah kartini di
Jakarta, dan memasukkan pelajaran pekerjaan tangan sebagai mata pelajaran
fakultatif atau pilihan. Muhammad Syafei mendirikan sekolah yang bernama
Indnesische nederland School (INS) Kayutanam, Sumetera Barat. Ia mendasarkan
konsep pendidikannya pada nasionalisme, cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia
dengan cara mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif
kreatif untuk menguasai alam. Fungsi pendidikan menurutnya adalah membantu
manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan
dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Manusia dan bangsa yang
dapat bertahan ialah manusia dan bangsa yang dapat mengikuti perkembangan
masyarakat atau zamannya. Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran adalah
membentuk secara terus-menerus kesempurnaan lahir batin anak agar dapat
mengikuti perkembangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan atau
kemajuan. Kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum untuk pendidikan sekolah
dasar. Mata pelajaran yang dibahas secara khusus misalnya bahasa Ibu,
menggambar, membersihkan sekolah, berkebun, bermain-main, standen,
pertandingan, pelatihan keindahan, dan pendidikan sosial.
Perkembangan Pendidikan di Kalimantan Selatan
1. Madrasah Persatuan Perguruan Islam
Pada abad ke-20 di Kalsel tumbuh dan
berkembang madrasah-madrasah dengan sistem klasikal. Madrasah yang berkembang
tidak memiliki hubungan antaran yang satu dengan yang lainnya, baik dari segi
administratif maupun pengelolaannya. Meski sama-sama sekolah agama, tetapi
tidak memiliki keseragaman bentuk dan kurikulum. Oleh karena itu, H. As’ad, H.
Mukhtar, dan H. Mansur membentuk Persatuan Perguruan Islam yang bertujuan untuk
mengkoordinasikan madrasah-madrasah Islam dan menyeragamkan bentuk serta isi
kurikulum yang ada. Pusat Persatuan Perguruan Islam bertempat di Barabai
sebagai pelopor, di antaranya Pantai Hambawang, Jatuh, Birayang, Kandangan,
Amuntai, Banjarmasin, dan lain-lain. Tingkatan pendidikannya terbagi menjadi
tingkat Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Yang dipelajari adalah
ilmu agama dan ilmu pendidikan umum dengan cara mengajar sistem guru vak (guru
pemegang pelajaran) guru diberi wewenang untuk memegang mata pelajaran yang
disenanginya.
2.
Madrasah Sarekat Islam
Sarekat Islam berdiri di Banjarmasin
tahun 1914 dan mendapat pengakuan hukum. Tokohnya adalah H.M. Arif, seorang
pedagang asal Marabahan. Sarekat Islam mendirikan sekolah lima tahun yang
diberi nama Hadhihil Al Madrastul wathoniah dengan memberi pengajaran ilmu
agama dan ilmu pengetahuan umum. Pengajarnya antara lain H.M. Said, Said Idrus,
Syekh Mohammad bin Amir, H. Makhmud, M. Ideham, M. Pasi, H. Anang Akhmad, H.
Abd. Syukur, dan H. Hamsyah.
3.
Sekolah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Banjarmasin
tahun 1930 dengan cabang-cabangnya di Kal-sel hingga ke pesisir timur Sumatera.
Kegiatan bidang pendidikan yang terkenal adalah madrasyah Musyawaratuttalibin
yang tertinggi setingkat dengan tsanawiyah. Tokohnya adalah H. Mahyudin. Bahasa
pengantarnya adalah bahasa Arab, Belanda, dan Inggris. Untuk mata pelajaran
umum dipakai kurikulum yang mengacu pada pesantren Gontor dengan sistem guru
vak.
4. Taman
Siswa
Di Kalsel Taman Siswa mendapat
dorongan dari H.M. Arif, tokoh Sarekat Islam. Cikal berdirinya Taman Siswa
bermula dari Particutiere Hollands Inlandse School (PHIS) atau HIS swasta pada
tahun 1929 yang didirikan pemuda Marabahan. Mula-mula dipelopori dan diajar
oleh Marjuna. Tanggal 1 Januari 1931 atas persetujuan bersama ditetapkan bahwa
PHIS dijadikan Taman Siswa cabang Marabahan. Taman Siswa menyelenggarakan
pendidikan setingkat Taman Muda/pendidikan kelas 4-6 untuk anak usia 10-13
tahun, tapi orang dewasa juga dapat mengikuti pendidikan yang dikelola Taman
Siswa pada sore hari.
5.
Perguruan Rakyat Parindra
Cabang Partai Indonesia Raya berdiri
tahun 1935 yang dipimpin oleh Merah Djohansyah, pembentuk Perguruan Rakyat
Parindra di kandangan, Banjarmasin, barabai, Birayang, dan Amuntai. Akhir 1939
sekolah ini melebur menjadi IHS (Inheemse Hollandse School). Setelah peleburan
tersebut, Perguruan Rakyat Parindra menghilang dan kembali ke sekolah sejenis
Inlandse school. Jika dulu untuk masuk sekolah Perguruan Rakyat Parindra harus
tamat Inlandse school/sederajat, kemudian sekolah ini setingkat dengan SD.
Sekolah-sekolah Parindra setingkat Volkschool tersebut juga terdapat di Banjarmasin,
Barabai, Birayang, dan Amuntai. Sedangkan sekolah Perguruan Rakyat yang
setingkat dengan MULO hanya di kandangan, kedudukan Komisaris Daerah Parindra
Kalsel.