Jumat, 31 Agustus 2012

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A. Pendahuluan
Perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini sangat pesat. Perkembangan ini telah memberikan dampak positif maupun negatif. Perkembangan bahasa Indonesia yang memberikan dampak positif terlihat dengan semakin kreatifnya pengombinasian bahasa (bahasa iklan), dan  masih digunakannya bahasa Indonesia dalam ragam formal dan kenegaraan. Akan tetapi, selain memberikan dampak positif, perkembangan bahasa Indonesia juga menunjukkan dampak negatifnya. Hal ini terlihat dengan semakin suburnya perkembangan ragam bahasa gaul di kalangan anak muda. Padahal, mereka merupakan penerus bangsa yang akan melestarikan bahasa dan budaya Indonesia nantinya. Jika mereka sendiri menggunakan ragam bahasa gaul, akibatnya identitas bahasa Indonesia akan semakin terkikis dan hilang.
Bahasa Indonesia merupakan kebanggaan bangsa. Tanpa bahasa Indonesia, kemerdekaan tidak akan tercapai dan persatuan bangsa tidak akan terhimpun. Oleh karena itu, perkembangan bahasa Indonesia harus diarahkan ke arah yang positif. Dengan demikian, bahasa Indonesia tetap eksis sebagai identitas bangsa Indonesia.
Makalah ini akan membahas perkembangan bahasa Indonesia sejak pertama kalinya hingga saat sekarang. Diharapkan dengan mengetahui perkembangan bahasa Indonesia akan menumbuhkan sikap menghargai bahasa Indonesia.

B. Bahasa Melayu
Bahasa Melayu termasuk dalam bahasa-bahasa Melayu Polinesia di bawah rumpun bahasa Austronesia. Menurut statistik penggunaan bahasa di dunia, penutur bahasa Melayu diperkirakan mencapai lebih kurang 250 juta jiwa yang merupakan bahasa keempat dalam urutan jumlah penutur terpenting bagi bahasa-bahasa di dunia.
Sejarah penggunaan bahasa Melayu yang panjang ini tentu saja mengakibatkan perbedaan versi bahasa. Ahli bahasa membagi perkembangan bahasa Melayu dalam tiga tahap utama, yaitu:
·       Bahasa Melayu Kuno (abad ke-7 hingga abad ke-13)
·       Bahasa Melayu Klasik, mulai ditulis dengan huruf Jawi (sejak abad ke-15)
·       Bahasa Melayu Modern (sejak abad ke-20)
Adanya tahapan bahasa Melayu ini menunjukkan bahwa bahasa melayu terus-menerus berkembang. Hal ini disebabkan oleh munculnya dialek bahasa Melayu akibat penyebaran penduduk, isolasi, maupun kreolisasi.

C. Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia
Kedudukan bahasa Melayu semakin berkembang di wilayah Nusantara. Perkembangan ini mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu yang digunakan dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu banyak menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sansekerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa di Eropa.
Di Indonesia, pendirian Balai Pustaka (1901) sebagai percetakan untuk buku-buku pelajaran dan sastra mengantarkan kepopuleran bahasa Melayu. Bahkan keberadaan Balai Pustaka membentuk suatu varian bahasa tersendiri yang mulai berbeda dari induknya, yaitu bahasa Melayu Riau. Bahasa Melayu saat itu kemudian dikenal dengan "bahasa Melayu Balai Pustaka" atau "bahasa Melayu van Ophuijsen".
Dalam masa 20 tahun berikutnya, "bahasa Melayu van Ophuijsen" ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia". Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kebangsaan, bahasa Indonesia.
Introduksi varian kebangsaan ini mendesak bentuk-bentuk bahasa Melayu lain, termasuk bahasa Melayu Tionghoa, sebagai bentuk cabang dari bahasa Melayu Pasar, yang penggunaannya berangsur-angsur melemah. Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia menjadi semakin populer.
Ada empat hal yang menyebabkan bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
1.  Bahasa Melayu merupakan Lingua Franca (bahasa perhubungan dan perdagangan) di Indonesia.
2.  Sistem bahasa Melayu sangat sederhana dan mudah dipahami karena tidak mengenal tingkatan-tingkatan.
3.  Suku bangsa di Indonesia dengan sukarela menerima bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia.
4. Bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk digunakan dalam lingkup yang lebih luas sebagai bahasa kebudayaan.

D. Peristiwa yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Indonesia
Ada beberapa perkembangan bahasa Indonesia yang turut mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia, yaitu:
1. Budi Otomo
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahasa Belanda menjadi syarat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi, khususnya di Barat.

2. Sarikat Islam
Sarikat Islam berdiri pada tahun 1912. Pada mulanya partai ini hanya bergerak di bidang perdagangan, kemudian ikut serta dalam bidang sosial dan politik. Sarikat Islam tidak pernah menggunakan bahasa Belanda, melainkan bahasa Indonesia, khususnya di bidang politik.

3. Balai Pustaka
Balai Pustaka didirikan tahun 1908 yang dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue. Pada mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur. Kemudian,tahun 1917 namanya berubah menjadi Balai Pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, Balai Pustaka juga menerbitkan majalah. Hasil yang diperoleh dengan didirikannya Balai Pustaka terhadap perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia antara lain:
a.    Memberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis dalam bahasa melayu.
b.    Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca karya bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
c.    Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat melalui karangannya.
d.    Memperkaya dan memperbaiki bahasa Melayu.

4. Sumpah Pemuda
Pada 28 Oktober 1928 organisasi pemuda mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Pernyataan persatuan itu meliputi negara Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya. Bahasa Indonesia sebagai media dan simbol kemerdekaan bangsa. Tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan. Bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra Indonesia baru.

E. Upaya Peningkatan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dan mengembangkan bahasa Indonesia adalah dengan menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia melalui:
1.    Penggunaan bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa formal dalam diskusi dan pengajaran.
2.    Pembinaan dan pengembangan bahasa melalui media massa sehingga penulis dan pembaca semakin bertambah kosakata bahasa Indonesia dan lebih tahu aturan penulisan yang baik.
3.    Pemakaian bahasa Indonesia dalam menghasilkan karya-karya seni dan sastra.
4.    Pembinaan dan pengembangan bahasa dalam kaitannya dengan bidang ilmu dan, teknologi.

F. Simpulan
Perkembangan bahasa Indonesia yang semakin pesat memiliki kesejarahan yang panjang. Sebelum menjadi bahasa Indonesia, yang dikenal sebelumnya adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu memiliki pemakai bahasa yang banyak, khususnya karena kemampuannya menjadi bahasa Lingua Franca atau bahasa yang dijadikan sebagai bahasa perhubungan dan perdagangan di Nusantara. Bahasa Melayu resmi menjadi bahasa Indonesia sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda 1928 yang salah satu pernyataannya mengakui bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia.

Senin, 13 Agustus 2012

Analisis Percakapan: Sebuah Terjemahan




Pendahuluan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai mekanisme percakapan yang lebih dikhususkan pada isi. Dengan demikian, akan membantu pemahaman terhadap percakapan dalam kaitannya dengan pragmatik.

1. Koherensi
Secara intuisi seseorang dapat membedakan antara percakapan yang koheren dan tidak koheren. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui alasan bagaimana seseorang itu dapat membedakannya adalah dengan cara mendefinisikan istilah dari koheren itu sendiri.
Percakapan, seperti wacana secara umum diatur oleh prinsip koheren. Urutan suatu percakapan dalam membentuk kekoherensian harus memenuhi tindak ilokusi yang merujuk pada praanggapan pragmatik. Di bawah ini terdapat potongan teks yang tidak koheren meskipun memiliki urutan yang teratur.
Teks 1
I: Is it something you have experienced?
P: No, yes, it is been said to us.
I: Aha
P: Yes, it is been said
I: Who said it to you?
P: Well, I can hardly remember who. There are many young gentlemen here, many young people who have been separated, and they have said it-they have told something about it. Yes.
I:  Where are these young people?
P:  Well, they are three hundred things after all, so we are, we had people all over space, yes. There were...the whole of space was filled with people and then they were put into three skins at our place.
I:  Three skins?
P:  Yes, they were put into the body, but I think that two of skins are ready, they should be ready, they should be separated. And there were three hundred thousand who had no reason, or soul, or reason. But now they are so...now it seems that there are some who have neither soul nor reason and they had to be helped, and people have to be helped, I can’t do it here in this where we are, we have to be in...if I am to take care of these things. These...that’s what the ladies say, they are aware...
...
P: I’ve helped them in Øster Søgade [a major thoroughfare in central Copenhagen] we helped them in that way.
I:  in Øster Søgade?
P:  Yes, we helped them in that way there and there were many who slid away and many who were helped. Yes.
I:  There were many who slid away and many who were helped?
P:  Yes, I don’t know how many, I don’t know. But there are many trisks and svilts, I think there are most trisks and svilts [meaningless English words calqued on equally meaningless Danish ones; cf. ‘trilms’, below]. That is those who are made out of svilt clay.
I:  Out of svilt clay?
P:  Yes, it is out on space. They make them in trilms.
I:  Trilms?
P:  By trilms. And then they go through three levels. Some only go through two. Some go through three. Yes. When they make them.

Teks 1 merupakan contoh teks yang tidak koheren meskipun pada wacana tersebut tampak memperlihatkan keteraturan. Percakapan pada teks tersebut tidak memberikan arahan yang tepat sehingga terjadi ketidakpaduan dalam membentuk kesatuan makna pada percakapan. Pewawancara hanya mengulangi sebagian kata-kata yang diucapkan oleh pasien.
Teks 2
A: What’s the time?
B: (a) Eleven.
     (b) Time for coffee.
     (c) I haven’t got a watch, sorry.
     (d) How should I know.
     (e) Ask Jack.
     (f) You know bloody well what time it is.
     (g) Why do you ask?
     (h) What did you say?
     (i) What do you mean?

Pada teks 2 memperlihatkan bagaimana pertanyaan A mendapat jawaban yang dihadirkan dalam bentuk alternatif oleh B. Pertanyaan A diterima secara relevan oleh B dengan alternatif jawaban (a) atau (b). Ini menandakan bahwa tuturan A dan B dengan alternatif (a) dan (b) memiliki kekoherensian. Akan tetapi, ini bukan berarti alternatif (c) – (i) merupakan jawaban yang tidak sesuai sehingga dikatakan tidak koheren. Alternatif jawaban (c) –(i) dapat dikatakan relevan dengan pertanyaan A jika percakapan tersebut dilihat pada konteks terjadinya percakapan. Jadi percakapan antara A dan B pada teks 2 merupakan contoh tuturan yang koheren.

2. Keteraturan
Banyak contoh percakapan yang ternyata di dalamnya belum tentu koheren meskipun memiliki keteraturan dalam urutan percakapan. Akan tetapi, keteraturan urutan tetap memiliki peran yang penting dalam membentuk struktur percakapan yang tidak hanya pada tingkat formal, namun pada tingkat pemaknaan tuturan atau bagaimana tuturan itu berfungsi. Levinson (1983: 293) mengatakan “...rather, the units in question [the utterances] seem to be functionally defined by the actions they can be seen to perform in context.” (...melainkan, unit-unit yang dipertanyakan [tuturan] sepertinya secara fungsional didefinisikan dengan tindakan-tindakan dalam membentuk konteks). Sebaliknya, Tsui (1991: 111) menambahkan “...the violation of the rules [governing coherent sequences] results incoherent discourse which is noticed and attended to by interlocutors, and...the violation of these rules can usually be accounted for. (...pelanggaran aturan [pengaturan urutan koheren] mengakibatkan ketidakkoherenan dalam wacana yang dicatat dan dihadiri oleh lawan bicara, dan...pelanggaran aturan ini pada umumnya dibukukan.)

3. Pasangan Berdekatan
Pasangan berdekatan dapat didefinisikan sebagai dua unsur tuturan berikutnya pada sebuah pertukaran percakapan. Pasangan ini dapat dicirikan dalam tipe-tipenya yang memiliki kekuatan ilokusi, seperti sapaan, permintaan-pemenuhan (penerimaan), permintaan informasi-pemberian informasi, dan lain sebagainya.
Analisis percakapan klasik membedakan antara pasangan pertama dan kedua pada pasangan berdekatan. Perbedaan ini didasarkan pada permintaan dan pemenuhan permintaan, baik dengan respon positif maupun negatif. Misalnya,
Teks 3
A: Could you please close that windows?
B: Sure.
Teks 4
A: Could you please close that windows?
B: No way.

Teks 3 berisikan permintaan A kepada B untuk menutup jendela. Hal ini kemudian direspon oleh B dengan kesediaannya untuk menutup jendela (sure). Bagian tuturan kedua (B) telah memberikan pemenuhan terhadap permintaan A. Berbeda dengan itu, teks 4 berisikan penolakan terhadap permintaan A. Akan tetapi, ini tidak akan mempengaruhi tipe pertukaran pembicaraan atau pasangan berdekatannya. Dengan demikian, adanya pasangan berdekatan ini akan bermanfaat dalam memprediksikan jawaban yang akan diterima dan mengaturnya.
Teori tentang pasangan berdekatan memperlihatkan adanya kesesuaian dalam bentuk respons seketika yang sesuai dengan harapan, kesesuaian antara bagian pertama dan kedua. Akan tetapi, apabila bagian kedua tidak ditemukan pada percakapan, penutur dapat mengulang bagian pertama itu dengan memberikan penekanan Could you PLEASE close that windows? Pada umumnya pengulangan pada bagian pertama ini tidak terjadi pada percakapan secara normal.
Perbedaan terhadap adanya kemungkinan pengaruh pragmatik pada jawaban dipandang sebagai pemahaman yang benar-benar relevan dalam pertukaran percakapan. Hal ini dapat dikaitkan dengan pembedaan tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Misalnya, Sangat dingin di sini. Tuturan tersebut secara pragmatik dapat dipahami sebagai permintaan untuk menutup pintu maupun jendela.
Kekoherensian pada pasangan berdekatan dapat dilihat dari sudut isi pertanyaan yang di dalamnya tidak hanya terdapat tindak ilokusi, melainkan juga praanggapan pragmatik. Pengkombinasian pada pasangan berdekatan akan membantu dalam memadukan tuturan melalui interpretasi tuturannya.

4. Percakapan dan Tindak Tutur
Penemuan terhadap pasangan dalam struktur percakapan memiliki kemiripan dengan analisis percakapan sebagai pengembangan terhadap pemahaman teori tindak tutur yang dipelopori oleh kaum behaviorisme. Keteraturan pada tindak tutur yang diperlihatkan merupakan perwujudan terhadap tindak seseorang. Misalnya, Aku nikahkan engkau dengan....
Contoh lainnya dapat ditemukan pada percakapan antara John dan Mildred pada sebuah pesta.
Teks 5
John         : It’s getting late, Mildred.
Mildred    : Are you really that bored?
                   Do you want to go home?
                   So?
Jika dipisahkan pasangan tuturan tersebut dapat ditemukan tuturan John yang mewakili: pernyataan mengenai waktu, ekspresi kebosanan, tindak penghakiman, atau pemberian kode rahasia untuk mengingatkan sesuatu. Oleh karena itu, perlu ditetapkan tindak ilokusi pada tuturan tersebut. Untuk mengetahui tindak ilokusi itu tergantung pada hal-hal sebagai berikut: seberapa dekat Mildred dengan John (apakah mereka telah menikah atau hanya kencan biasa), pesta seperti apa yang dihadiri (apakah makan malam formal atau hanya sekedar makan biasa), dan lain sebagainya. Dengan kata lain, untuk memahaminya harus melibatkan konteks pada saat tuturan itu terjadi. Yang terpenting dalam percakapan bukanlah pada penuturnya, melainkan pada efek dari tindak tutur tersebut dalam mengembangkan interaksi percakapan.

5. Di Luar Pengorganisasian Lokal
Berdasarkan penjenisan tindak tutur dalam mencapai pengklasifikasian ‘kedekatan’, kita harus melihat penjelasan di luar kerangka yang menjadi dasar teori tindak tutur. Sachs dengan etnometodologinya beranggapan bahwa pemikiran penutur menjadi konstitusi terhadap tipe pertukaran. Dalam hal ini pragmatik menekankan pada apapun yang terjadi sebagai hasil aspek terpenting dengan segala situasinya. Oleh karena itu, tipe pasangan percakapan telah ditentukan, bukan melalui persetujuan penutur percakapan saja, tetapi oleh kerja sama antara penutur dan petutur.
Levinson mengatakan bahwa kita tidak semestinya terlalu memperkirakan pentingnya pengorganisasian percakapan sebagai cara untuk menyediakan model pasangan kedekatan. Pertama, seseorang dapat menghasilkan percakapan lebih daripada apa yang mereka tuturkan. Pada percakapan kita dapat melihat urutan percakapan (sapaan, pertanyaan-jawaban, permintaan-pemenuhan, dll.) yang tidak selalu menjadi mayoritas dalam pertukaran. Kedua, pada model yang telah ditentukan, bagian pasangan tidak selalu sama seperti yang telah diramalkan dalam analisis percakapan terdahulu. Misalnya:
Teks 6
What does Joe do for a living?
Kemungkinan jawaban yang diberikan adalah
(a) Do you need to know?
(b) Oh this and that.
(c) I’ve no idea.
(d) What’s that got to do with it?
(e) He doesn’t.

6. Tindak Pragmatik
Kita dapat melihat tindak pragmatik dari dua sudut pandang, sosial (masyarakat) dan linguistik. Dari sudut pandang sosial, kita dihadapkan dengan batasan seseorang dalam kemampuan pada dirinya: cerita hidup, pendidikan, kelas, jenis kelamin, usia, dan seterusnya. Sedangkan dari sudut pandang linguistik: Apakah bahasa dapat digunakan dalam membentuk tindak pragmatik? Dalam hal ini Verschueren menyebutnya dengan kemampuan beradabtasi pada gambar kebahasaan. Maksudnya, seorang anggota masyarakat bersandar pada bahasa sebagai alat utama untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi yang melingkupi mereka. Dengan jelas disebut sebagai tindak tutur menjadi bagian dalam kategori ini. Tindak tutur merupakan alat yang dimiliki untuk mengontrol lingkungan di sekitar yang pada gilirannya akan menyesuaikannya ke arah tersebut. Levinson menyebutkan mengenai tindak tutur yang difungsikan dari konteks ke konteks.
Seperti yang kita lihat dalam banyak kesempatan mengenai tindak pragmatik tidak mungkin menunjuk pada kejadian tertentu dari tindak tutur. Ketika seseorang melakukan penolakan secara tidak langsung, tindak tutur tidak dapat disamakan dengan tindak pragmatik. Oleh karenanya, kita dapat katakan bahwa tindak pragmatik adalah tindak tutur ketika dituturkan dalam konteks.

Linguistik Umum


PROGRAM PERKULIAHAN

Mata Kuliah                   : Linguistik Umum
Sandi                              : -
SKS/JS                           : 3/3
Dosen Pengasuh             : Dr. Jumadi, M.Pd./Noor Cahaya, S.Pd., M.Pd.

A.Tujuan Perkuliahan
Pada hakikatnya bahasa merupakan entitas yang kompleks. Di samping memiliki struktur, bahasa juga memiliki sejumlah fungsi. Struktur bahasa terkait dengan perilaku sistemik secara internal unsur-unsur bahasa, sedangkan fungsi bahasa terkait dengan tautan fungsional bahasa itu sebagai alat komunikasi bagi para pemakainya. Dalam realisasinya, kedua aspek tersebut saling terkait, bahkan merupakan komposit struktur-fungsi yang tidak dapat dipisahkan.
Mahasiswa yang akan berkecimpung dengan masalah bahasa dan pengajarannya tentu saja perlu memahami aspek-aspek itu secara komprehensif.  Mata kuliah ini bertujuan mengantarkan mahasiswa untuk menguasai tentang aspek struktur  dan fungsi bahasa dan berbagai aliran linguistik yang selama ini  berkembang yang telah mencoba memberikan eksplanasi terhadap struktur dan  fungsi bahasa.

B. Topik-Topik Perkuliahan
Topik-topik yang disajikan dalam perkuliahan ini adalah sebagai berikut.
(1) Hakikat dan fungsi bahasa
      (a) Hakikat bahasa
      (b) Fungsi-fungsi bahasa

(2)  Berbagai dikotomi istilah pokok dalam kajian linguistik
      (a) Langue vs parole
      (b) Kompetensi vs performansi
      (c) Struktur dalam vs struktur permukaan
      (d) Struktur vs fungsi

(3) Linguistik dan subdisiplinnya
      (a) Linguistik dilihat dari segi pembidangnya
      (b) Linguistik dilihat dari segi telaahnya
      (c) Linguistik dilihat dari segi pendekatan objeknya
      (d) Linguistik dilihat dari segi tautannya dengan ilmu lain
      (e) Linguistik dilihat dari segi penerapannya

(4) Sejarah Linguistik
      (a) Periode awal
      (b) Periode perkembangan
      (c) Periode pembaharuan

(5) Beberapa aliran linguistik
      (a) Aliran tradisional
      (b) Aliran struktural
      (c) Aliran transformasi

(6) Kajian bahasa
      (a) Dasar-dasar fonologi
      (b) Dasar-dasar morfologi
      (c) Dasar-dasar sintaksis
      (d) Dasar-dasar wacana
      (e) Dasar-dasar semantik dan pragmatik

C. Sistem Perkuliahan
Perkuliahan ini dilakukan melalui sistem ceramah, diskusi, dan penugasan.

D. Sistem Penilaian
Penilaian tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan ini didasarkan kepada nilai ujian tengah semester, nilai tugas, dan nilai akhir semester dengan rumus sebagai berikut.

                   3 x nilai tes TS + 3 x nilai tugas + 4 x nilai tes AS
N = ------------------------------------------------------------
                                                         10

E. Sumber Pustaka
Sumber pustaka yang digunakan dalam perkuliahan ini adalah sebagaimana dideskripsikan di bawah ini. Namun, mahasiswa dapat memperkaya informasi dari pustaka-pustaka lain yang relevan.

Akmajian, Adrian dkk. 1985. Linguistics: An Introduction to Language and Communication. Cambridge: The MIT Press.

Atkinson, Martin dkk. Foundations of General Linguistics. London: George Allen & Unwin.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum. 1994. Jakarta. Rineka Cipta.

Finch, Geoffrey. 1998. How to Study Linguistics. London: Longman.

Halliday, M. A. K. 1986. Language as Social Semiotic. London: Edward Arnold.

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Terjemahan I. Sutikno. Jakarta: Gramedia.

Oka, I. G. N. dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pateda, Mansur. 1988. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.

Samsuri. 1991. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.