A.
HAKIKAT ANAK DIDIK SEBAGAI MANUSIA
Sebelum mempelajari secara khusus
mengenai anak didik sebagai subjek didik, perlu kiranya melihat diri anak didik
itu sebagai manusia. Dengan kata lain kita perlu mengetahui tentang hakikat
manusia. Dalam hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
1. Pandangan Psikoanalitik
Para psikoanalitik beranggapan bahwa manusia
pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang
bersifat insting. Brend mengemukakan
bahwa struktur kepribadian individu seseorang terdiri dari tiga komponen yaitu id, ego, super-ego.
2. Pandangan Humanistik
Rogers merupakan tokoh dari
pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia itu rasional dan dapat
menentukan nasibnya sendiri. Oleh karenanya dikatakan bahwa manusia itu selalu
berkembang dan berubah menjadi pribadi yang lebih maju dan sempurna.
3. Pandangan Martin Buber
Martin Buber berpendapat bahwa hakikat
manusia itu tidak dapat dikatakan “ini” atau “itu”. Manusia merupakan suatu
keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga
manusia itu terbatas.
4. Pandangan Behavioristik
Pandangan dari kaum behavioristik
pada dasarnya menganggap bahwa manusia itu sepenuhnya adalah makhluk reaktif
yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Faktor
lingkungan inilah yang merupakan penentu tunggal dari tingkah laku manusia.
Beberapa pandangan mengenai hakikat
manusia tersebut, jika dianalisa secara mendalam dapat membantu upaya pemahaman
terhadap diri anak didik. Hakikat anak didik adalah manusia dengan segala
dimensinya seperti diuraikan oleh berbagai pandangan mengenai manusia seperti
pembahasan sebelumnya.
B. ANAK
DIDIK SEBAGAI SUBJEK BELAJAR
Siswa atau anak didik adalah salah
satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam kegiatan interaksi
edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan
pendidikan dan pengajaran, karena siswalah yang ingin meraih cita-cita,
memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Mereka merupakan
faktor penentu yang memiliki tuntutan yang mempengaruhi segala sesuatu yang
diperlukan dalam mencapai tujuan belajar. Jadi, dalam proses belajar-mengajar
yang diperhatikan pertama kali adalah anak didik, baru menentukan komponen yang
lain seperti bahan apa yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk
bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, kesemuanya itu
harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa disebut
sebagai subjek belajar.
Sebagai manusia, anak didik memiliki
karakteristik. Menurut Sutari Barnadib, Suwarno, dan Siti Mechati, anak didik
memiliki karakteristik tertentu, yakni:
1. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga
menjadi tanggung jawab pendidik.
2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari
kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
3. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang
sedang berkembang secara terpadu, yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial,
intelegensi, latar belakang sosial, latar belakang biologis, serta perbedaan
individual.
Pernyataan mengenai anak didik yang
belum dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik itu adalah makhluk yang lemah,
makhluk yang tidak mempunyai potensi dan kemampuan. Secara kodrati anak didik
memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talent tertentu. Hanya saja siswa itu belum mencapai tingkat
optimal dalam mengembangkan talent
atau potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu lebih tepat kalau dikatakan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar.
C.
KEBUTUHAN SISWA
Pemenuhan kebutuhan siswa disamping
bertujuan untuk memberikan materi kegiatan setepat mungkin, juga materi
pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan. Biasanya hal ini menjadi
lebih menarik. Adapun kebutuhan siswa antara lain:
1. Kebutuhan Jasmani
Hal ini berkaitan dengan tuntutan
siswa yang bersifat jasmaniah. Tuntutan siswa tersebut adalah kesehatan
jasmani, dalam hal ini adalah olahraga. Di samping itu juga ada kebutuhan
jasmani yang lainnya seperti makan, minum, dan tidur.
2. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial untuk saling
bergaul dengan sesama siswa dan guru serta orang lain, merupakan salah satu
upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial siswa. Dalam hal ini, sekolah harus
dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan beradabtasi
dengan lingkungan. Guru dalam hal ini harus dapat menciptakan suasana kerjasama
dengan antar siswa. Jika tidak, pergaulan dengan lingkungan dapat pula membawa
kegagalan dalam proses belajar-mengajar.
3. Kebutuhan Intelektual
Setiap siswa memiliki minat yang
berbeda dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Minat siswa tidak dapat dipaksakan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk menciptakan program yang mampu
menyalurkan minat mereka.
Robert J. Havigurst dalam bukunya Human Development and Education,
mengemukakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik. Menurut
tokoh ini, setiap orang harus dapat memenuhi tugas-tugas tertentu dalam
kehidupan sehari-hari. Pemenuhan tugas-tugas tertentu itulah yang disebut
dengan istilah developmental tasked.
Kesanggupan memenuhi tugas-tugas itu, berarti akan memberi kepuasan dan
kebahagiaan. Inilah yang dikatakan seseorang dapat memenuhi kebutuhannya.
Kegagalan memenuhi tugas itu akan menimbulkan suatu kekecewaan dan berarti
gagal memenuhi kebutuhannya.
Ada beberapa developmental tasked yang harus dipenuhi oleh setiap individu
manusia sebagai subjek belajar.
a. Memahami dan menerima baik keadaan jasmani.
Perkembangan setiap
individu manusia itu berbeda-beda, ada yang cepat, ada yang lambat. Oleh karena
itu tidak aneh kalau seringkali menimbulkan problema atau kesulitan. Contoh
konkrit, ada anak wanita yang terlalu gemuk tinggi, atau gemuk pendek, ada anak
laki-laki yang kecil pendek dan sebagainya, yang semua itu dapat menimbulkan
rasa cemas atau tidak puas. Hal ini harus dihindari, dalam artian anak didik
harus dapat memahami keadaan dan perkembangan jasmaninya. Guru harus dapat
memberikan motivasi dan pengertian, sehingga anak didik menyadari kenyataan
tersebut.
b. Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan
teman-teman sebayanya.
Pada umumnya
anak-anak yang sebaya pada tingkat-tingkat usia tertentu selalu ingin
berkelompok. Tetapi pada suatu ketika harus mampu melepaskan diri dari
kelompoknya dan mencari hubungan yang lebih luas lagi. Juga upaya bergaul
dengan teman-teman yang berbeda jenis kelamin. Hal ini sangat memerlukan
bantuan dari pendidik agar anak didik dapat mengembangkan pergaulannya secara
luas dan konstruktif.
c. Mencapai hubungan yang lebih “matang” dengan
orang yang lebih dewasa.
Pada usia tertentu,
terutama menginjak dewasa, berkembang suatu disparitas, keinginan untuk
memisahkan atau melepaskan ketergantungan dari orang tuanya. Orang tua tidak
boleh menghalangi keinginan itu, apalagi mengeluarkan ancaman-ancaman tertentu.
Sikap orang tua seperti ini tidak bijak dan dapat membelenggu perkembangan
anak. Begitu juga dalam kegiatan belajar-mengajar, guru tidak boleh bertindak
otoriter, selalu mengekang kehendak anak didik.
d. Mencapai kematangan emosional.
Menginjak usia
dewasa, harus belajar untuk mampu mengendalikan emosi. Menghindari pernyataan
emosi yang berlebih-lebihan, sehingga dapat menampilkan kediriannya secara
mantap.
e. Menuju pada keadaan berdiri sendiri dalam
lapangan finansial.
Anak didik pada suatu
tingkat usia yang sudah memungkinkan, perlu diberikan motivasi untuk suatu
lapangan pekerjaan yang nantinya dapat dikerjakan dan sesuai dengan minatnya.
Oleh karena itu anak didik harus berusaha mengenal berbagai lapangan pekerjaan,
untuk nantinya dikerjakan sebagai upaya berdiri sendiri dalam lapangan
finansial.
f.
Mencapai kematangan intelektual.
Anak didik harus
dilatih untuk mematangkan kemampuan intelektualnya. Sebagai warga belajar yang
setiap kali melakukan kegiatan belajar, harus dapat berkembang kemampuan
pemikirannya ke arah yang objektif dan rasional, tidak emosional. Dalam hal ini
guru sangat penting dalam upaya mengarahkan anak didiknya agar dapat mencapai
kematangan intelektual.
g. Membentuk pandangan hidup.
Dalam rangka menuju
tingkat kedewasaannya, anak didik sudah harus mulai membentuk suatu sistem
nilai atau norma-norma yang utuh. Dapat memahami dan menilai mana yang baik dan
mana yang buruk, termasuk mengetahui mana yang harus dikerjakan dan mana yang
harus ditinggalkan. Hal ini sangat penting, sebab merupakan dasar dalam
mengembangkan kehidupannya.
h. Mempersiapkan diri untuk membentuk rumah
tangga sendiri.
Perlu diketahui bahwa
anak didik itu tidak mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi seorang bapak
atau ibu. Tetapi, jalan ke arah itu dalam kegiatan belajar-mengajar perlu
diformulasikan, misalnya dalam bentuk motivasi ke arah kemandirian hidup.
Pembinaan kemandirian bagi setiap anak didik adalah suatu kegiatan yang amat
penting dalam upaya mengantar kehidupan yang realistik di dalam masyarakat.
Kedelapan developmental tasked ini dapat digunakan sebagai usaha memecahkan
persoalan pemenuhan kebutuhan anak didik.
Selain Robert J. Havigurst dalam
bukunya Human Development and Education,
Havighurst juga membahas mengenai Development
Task. Ia menyatakan bahwa: A
developmental task is a task which arises at or above a certain period in life
of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and
to success with later task, while failure leads to unhappiness in the
individual, disapproval by the society, and difficulty with later tasks.
Developmental
tasks para pemuda adalah sebagai berikut.
1. Mendapatkan hubungan-hubungan baru dan lebih
matang dengan teman-teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
2. Mendapat peranan sosial baik laki-laki maupun
perempuan.
3. Menerima keadaan jasmaninya dan
menggunakannya secara efektif.
4.
Mendapat kebebasan emosional dari orang
tua dan dari orang-orang dewasa lainnya.
5.
Mendapatkan jaminan ekonomi, bebas dari
ketergantungan.
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk jabatan.
7. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan
berkeluarga.
8. Mengembangkan kecakapan-kecakapan intelektual
dan pengertian-pengertian yang diperlukan sebagai warga negara yang kompeten.
9. Menginginkan dan berusaha memperoleh kelakuan
yang dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat.
10. Memperoleh sejumlah nilai-nilai dan sistem etis
sebagai pegangan bagi kelakuannya.
Ini menunjukkan bahwa developmental tasks para pemuda itu
sangat komplikasi dan penting, dan juga menunjukkan dimensi dasar dari kelakuan
pemuda. Developmental tasks ini
merupakan faktor-faktor dasar yang sangat mempengaruhi struktur kebutuhan dasar
seseorang.
Pada tahun 1930-an di USA
muncul suatu guidance movement yang
bertujuan mengenal pribadi dan kebutuhan setiap anak. Berdasarkan keterangan
yang diperoleh tentang anak didik itu, dapatlah dipakai sebagai bahan untuk
mengarahkan dan memberi petunjuk dalam memilih sekolah dan jabatan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya. Sehingga akan diperoleh the right man in the right place. Dengan mengenal kebutuhan dan
kesanggupan anak didik, kegagalan dalam kegiatan belajar-mengajar dapat
dihindari.
D.
PENGEMBANGAN INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SISWA
Siswa adalah individu yang kompleks,
sehingga harus dikembangkan. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan
abilitas diri seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur, kapasitas,
fungsi, dan efisiensi. Perkembangan bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan
intelektual, emosional, dan spritual yang ketiganya saling berhubungan.
Perkembangan itu umumnya berjalan lambat, karena itu guru harus memperhatikan
dengan teliti dan tidak melihat hanya pada pertumbuhan fisiknya saja, karena
pertumbuhan belum tentu sejalan dengan perkembangan.
Dalam kegiatan belajar-mengajar,
setiap individu siswa memerlukan perlakuan yang berbeda, sehingga strategi dan
usaha pelaksanaannya pun berbeda-beda dan bervariasi. Sehubungan dengan itu
perlu diketahui karakteristik siswa. Hal ini dimaksudkan paling tidak untuk
mendekati pemecahan dalam rangka memperhatikan dan kemudian mengembangkan
individu-individu siswa.
Karakteristik siswa adalah
keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari
pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktifitas dalam
meraih cita-citanya.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam karakteristik siswa, yaitu:
1. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan
awal atau prerequisite skills, misalnya kemampuan intelektual, berpikir,
mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor, dan lain-lain.
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar
belakang dan status sosial (sosiocultural).
3. Karakteristik yang berkenaan dengan
perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
Adapun karakteristik siswa yang
dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain:
1. Latar belakang pengetahuan dan taraf
pengetahuan.
2. Gaya belajar.
3. Usia kronologi.
4. Tingkat kematangan.
5. Spektrum dan ruang-ruang minat.
6. Lingkungan sosial ekonomi.
7. Hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan.
8.
Intelegensia.
9. Keselarasan dan attitude.
10. Prestasi belajar.
11. Motivasi, dan lain-lain.
Di samping data dan
keterangan-keterangan di atas, guru dalam peranannya sebagai pendidik,
pembimbing, dan pengganti orang tua di sekolah, perlu mengetahui data-data
pribadi dari anak-anak didiknya, misalnya:
1. Keterangan pribadi, seperti nama, tempat dan tanggal
lahir, alamat, jenis kelamin, nama orang tua/wali, kebangsaan, dan agama.
2. Keadaan rumah, seperti pekerjaan orang tua,
jumlah saudara, pendidikan orang tua, agama kedua orang tua, status rumah, dan
suasana rumah.
3. Kesehatan, seperti penyakit-penyakit
tertentu, cacat badan, dan kebiasaan hidup.
4. Sifat-sifat pribadi.
Banyak cara yang dapat digunakan
guru untuk mendapatkan data-data tersebut, antara lain:
1. Menggunakan berbagai jenis tes.
2. Melakukan observasi.
3. Mengunjungi rumah.
4. Menggunakan angket.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar