Jumat, 14 September 2012

HAKIKAT ANAK DIDIK


A. HAKIKAT ANAK DIDIK SEBAGAI MANUSIA
            Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik sebagai subjek didik, perlu kiranya melihat diri anak didik itu sebagai manusia. Dengan kata lain kita perlu mengetahui tentang hakikat manusia. Dalam hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.

1.   Pandangan Psikoanalitik
      Para psikoanalitik beranggapan bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat insting. Brend mengemukakan bahwa struktur kepribadian individu seseorang terdiri dari tiga komponen yaitu id, ego, super-ego.
2.   Pandangan Humanistik
            Rogers merupakan tokoh dari pandangan humanistik, berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri. Oleh karenanya dikatakan bahwa manusia itu selalu berkembang dan berubah menjadi pribadi yang lebih maju dan sempurna.
3.   Pandangan Martin Buber
            Martin Buber berpendapat bahwa hakikat manusia itu tidak dapat dikatakan “ini” atau “itu”. Manusia merupakan suatu keberadaan yang berpotensi, namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga manusia itu terbatas.
4.   Pandangan Behavioristik
            Pandangan dari kaum behavioristik pada dasarnya menganggap bahwa manusia itu sepenuhnya adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar. Faktor lingkungan inilah yang merupakan penentu tunggal dari tingkah laku manusia.
            Beberapa pandangan mengenai hakikat manusia tersebut, jika dianalisa secara mendalam dapat membantu upaya pemahaman terhadap diri anak didik. Hakikat anak didik adalah manusia dengan segala dimensinya seperti diuraikan oleh berbagai pandangan mengenai manusia seperti pembahasan sebelumnya.

B. ANAK DIDIK SEBAGAI SUBJEK BELAJAR
            Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran, karena siswalah yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Mereka merupakan faktor penentu yang memiliki tuntutan yang mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan dalam mencapai tujuan belajar. Jadi, dalam proses belajar-mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah anak didik, baru menentukan komponen yang lain seperti bahan apa yang diperlukan, bagaimana cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, kesemuanya itu harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa disebut sebagai subjek belajar.

            Sebagai manusia, anak didik memiliki karakteristik. Menurut Sutari Barnadib, Suwarno, dan Siti Mechati, anak didik memiliki karakteristik tertentu, yakni:
1.   Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga menjadi tanggung jawab pendidik.
2.   Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya, sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik.
3.   Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu, yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, intelegensi, latar belakang sosial, latar belakang biologis, serta perbedaan individual.

            Pernyataan mengenai anak didik yang belum dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik itu adalah makhluk yang lemah, makhluk yang tidak mempunyai potensi dan kemampuan. Secara kodrati anak didik memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talent tertentu. Hanya saja siswa itu belum mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talent atau potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu lebih tepat kalau dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar.

C. KEBUTUHAN SISWA
            Pemenuhan kebutuhan siswa disamping bertujuan untuk memberikan materi kegiatan setepat mungkin, juga materi pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan. Biasanya hal ini menjadi lebih menarik. Adapun kebutuhan siswa antara lain:
1.   Kebutuhan Jasmani
            Hal ini berkaitan dengan tuntutan siswa yang bersifat jasmaniah. Tuntutan siswa tersebut adalah kesehatan jasmani, dalam hal ini adalah olahraga. Di samping itu juga ada kebutuhan jasmani yang lainnya seperti makan, minum, dan tidur.
2.   Kebutuhan Sosial
            Kebutuhan sosial untuk saling bergaul dengan sesama siswa dan guru serta orang lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial siswa. Dalam hal ini, sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan beradabtasi dengan lingkungan. Guru dalam hal ini harus dapat menciptakan suasana kerjasama dengan antar siswa. Jika tidak, pergaulan dengan lingkungan dapat pula membawa kegagalan dalam proses belajar-mengajar.
3.   Kebutuhan Intelektual
            Setiap siswa memiliki minat yang berbeda dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Minat siswa tidak dapat dipaksakan. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk menciptakan program yang mampu menyalurkan minat mereka.

            Robert J. Havigurst dalam bukunya Human Development and Education, mengemukakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik. Menurut tokoh ini, setiap orang harus dapat memenuhi tugas-tugas tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan tugas-tugas tertentu itulah yang disebut dengan istilah developmental tasked. Kesanggupan memenuhi tugas-tugas itu, berarti akan memberi kepuasan dan kebahagiaan. Inilah yang dikatakan seseorang dapat memenuhi kebutuhannya. Kegagalan memenuhi tugas itu akan menimbulkan suatu kekecewaan dan berarti gagal memenuhi kebutuhannya.

            Ada beberapa developmental tasked yang harus dipenuhi oleh setiap individu manusia sebagai subjek belajar.
a.   Memahami dan menerima baik keadaan jasmani.
Perkembangan setiap individu manusia itu berbeda-beda, ada yang cepat, ada yang lambat. Oleh karena itu tidak aneh kalau seringkali menimbulkan problema atau kesulitan. Contoh konkrit, ada anak wanita yang terlalu gemuk tinggi, atau gemuk pendek, ada anak laki-laki yang kecil pendek dan sebagainya, yang semua itu dapat menimbulkan rasa cemas atau tidak puas. Hal ini harus dihindari, dalam artian anak didik harus dapat memahami keadaan dan perkembangan jasmaninya. Guru harus dapat memberikan motivasi dan pengertian, sehingga anak didik menyadari kenyataan tersebut.
b.   Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman sebayanya.
Pada umumnya anak-anak yang sebaya pada tingkat-tingkat usia tertentu selalu ingin berkelompok. Tetapi pada suatu ketika harus mampu melepaskan diri dari kelompoknya dan mencari hubungan yang lebih luas lagi. Juga upaya bergaul dengan teman-teman yang berbeda jenis kelamin. Hal ini sangat memerlukan bantuan dari pendidik agar anak didik dapat mengembangkan pergaulannya secara luas dan konstruktif.
c.   Mencapai hubungan yang lebih “matang” dengan orang yang lebih dewasa.
Pada usia tertentu, terutama menginjak dewasa, berkembang suatu disparitas, keinginan untuk memisahkan atau melepaskan ketergantungan dari orang tuanya. Orang tua tidak boleh menghalangi keinginan itu, apalagi mengeluarkan ancaman-ancaman tertentu. Sikap orang tua seperti ini tidak bijak dan dapat membelenggu perkembangan anak. Begitu juga dalam kegiatan belajar-mengajar, guru tidak boleh bertindak otoriter, selalu mengekang kehendak anak didik.
d.   Mencapai kematangan emosional.
Menginjak usia dewasa, harus belajar untuk mampu mengendalikan emosi. Menghindari pernyataan emosi yang berlebih-lebihan, sehingga dapat menampilkan kediriannya secara mantap.
e.   Menuju pada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan finansial.
Anak didik pada suatu tingkat usia yang sudah memungkinkan, perlu diberikan motivasi untuk suatu lapangan pekerjaan yang nantinya dapat dikerjakan dan sesuai dengan minatnya. Oleh karena itu anak didik harus berusaha mengenal berbagai lapangan pekerjaan, untuk nantinya dikerjakan sebagai upaya berdiri sendiri dalam lapangan finansial.
f.    Mencapai kematangan intelektual.
Anak didik harus dilatih untuk mematangkan kemampuan intelektualnya. Sebagai warga belajar yang setiap kali melakukan kegiatan belajar, harus dapat berkembang kemampuan pemikirannya ke arah yang objektif dan rasional, tidak emosional. Dalam hal ini guru sangat penting dalam upaya mengarahkan anak didiknya agar dapat mencapai kematangan intelektual.
g.   Membentuk pandangan hidup.
Dalam rangka menuju tingkat kedewasaannya, anak didik sudah harus mulai membentuk suatu sistem nilai atau norma-norma yang utuh. Dapat memahami dan menilai mana yang baik dan mana yang buruk, termasuk mengetahui mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. Hal ini sangat penting, sebab merupakan dasar dalam mengembangkan kehidupannya.
h.   Mempersiapkan diri untuk membentuk rumah tangga sendiri.
Perlu diketahui bahwa anak didik itu tidak mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi seorang bapak atau ibu. Tetapi, jalan ke arah itu dalam kegiatan belajar-mengajar perlu diformulasikan, misalnya dalam bentuk motivasi ke arah kemandirian hidup. Pembinaan kemandirian bagi setiap anak didik adalah suatu kegiatan yang amat penting dalam upaya mengantar kehidupan yang realistik di dalam masyarakat.

            Kedelapan developmental tasked ini dapat digunakan sebagai usaha memecahkan persoalan pemenuhan kebutuhan anak didik.

            Selain Robert J. Havigurst dalam bukunya Human Development and Education, Havighurst juga membahas mengenai Development Task. Ia menyatakan bahwa: A developmental task is a task which arises at or above a certain period in life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disapproval by the society, and difficulty with later tasks.

      Developmental tasks para pemuda adalah sebagai berikut.
1.   Mendapatkan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
2.   Mendapat peranan sosial baik laki-laki maupun perempuan.
3.   Menerima keadaan jasmaninya dan menggunakannya secara efektif.
4.   Mendapat kebebasan emosional dari orang tua dan dari orang-orang dewasa lainnya.
5.   Mendapatkan jaminan ekonomi, bebas dari ketergantungan.
6.   Memilih dan mempersiapkan diri untuk jabatan.
7.   Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
8.   Mengembangkan kecakapan-kecakapan intelektual dan pengertian-pengertian yang diperlukan sebagai warga negara yang kompeten.
9.   Menginginkan dan berusaha memperoleh kelakuan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat.
10. Memperoleh sejumlah nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan bagi kelakuannya.

            Ini menunjukkan bahwa developmental tasks para pemuda itu sangat komplikasi dan penting, dan juga menunjukkan dimensi dasar dari kelakuan pemuda. Developmental tasks ini merupakan faktor-faktor dasar yang sangat mempengaruhi struktur kebutuhan dasar seseorang.

                  Pada tahun 1930-an di USA muncul suatu guidance movement yang bertujuan mengenal pribadi dan kebutuhan setiap anak. Berdasarkan keterangan yang diperoleh tentang anak didik itu, dapatlah dipakai sebagai bahan untuk mengarahkan dan memberi petunjuk dalam memilih sekolah dan jabatan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Sehingga akan diperoleh the right man in the right place. Dengan mengenal kebutuhan dan kesanggupan anak didik, kegagalan dalam kegiatan belajar-mengajar dapat dihindari.

D. PENGEMBANGAN INDIVIDU DAN KARAKTERISTIK SISWA
      Siswa adalah individu yang kompleks, sehingga harus dikembangkan. Perkembangan menggambarkan perubahan kualitas dan abilitas diri seseorang, yakni adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efisiensi. Perkembangan bersifat keseluruhan, misalnya perkembangan intelektual, emosional, dan spritual yang ketiganya saling berhubungan. Perkembangan itu umumnya berjalan lambat, karena itu guru harus memperhatikan dengan teliti dan tidak melihat hanya pada pertumbuhan fisiknya saja, karena pertumbuhan belum tentu sejalan dengan perkembangan.

            Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap individu siswa memerlukan perlakuan yang berbeda, sehingga strategi dan usaha pelaksanaannya pun berbeda-beda dan bervariasi. Sehubungan dengan itu perlu diketahui karakteristik siswa. Hal ini dimaksudkan paling tidak untuk mendekati pemecahan dalam rangka memperhatikan dan kemudian mengembangkan individu-individu siswa.

            Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktifitas dalam meraih cita-citanya.

            Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik siswa, yaitu:
1.   Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, misalnya kemampuan intelektual, berpikir, mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor, dan lain-lain.
2.   Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial (sosiocultural).
3.   Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.

            Adapun karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain:
1.   Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan.
2.   Gaya belajar.
3.   Usia kronologi.
4.   Tingkat kematangan.
5.   Spektrum dan ruang-ruang minat.
6.   Lingkungan sosial ekonomi.
7.   Hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan.
8.   Intelegensia.
9.   Keselarasan dan attitude.
10. Prestasi belajar.
11. Motivasi, dan lain-lain.

            Di samping data dan keterangan-keterangan di atas, guru dalam peranannya sebagai pendidik, pembimbing, dan pengganti orang tua di sekolah, perlu mengetahui data-data pribadi dari anak-anak didiknya, misalnya:
1.   Keterangan pribadi, seperti nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, nama orang tua/wali, kebangsaan, dan agama.
2.   Keadaan rumah, seperti pekerjaan orang tua, jumlah saudara, pendidikan orang tua, agama kedua orang tua, status rumah, dan suasana rumah.
3.   Kesehatan, seperti penyakit-penyakit tertentu, cacat badan, dan kebiasaan hidup.
4.   Sifat-sifat pribadi.

            Banyak cara yang dapat digunakan guru untuk mendapatkan data-data tersebut, antara lain:
1.   Menggunakan berbagai jenis tes.
2.   Melakukan observasi.
3.   Mengunjungi rumah.
4.   Menggunakan angket.

Tidak ada komentar: