Wacana percakapan merupakan
interaksi komunikasi yang melibatkan dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan
tuturan. Akan tetapi, percakapan lebih dari sekedar pertukaran informasi (Ismari,
1995: 3). Mereka yang mengambil bagian dan masuk ke dalam proses percakapan
tersebut, asumsi-asumsi, dan harapan-harapan mengenai percakapan, bagaimana
percakapan tersebut berkembang, dan jenis kontribusi yang diharapkan dibuat
oleh mereka. Mereka dalam hal ini akan saling berbagi prinsip-prinsip umum yang
akan memudahkan dalam menginterpretasikan ujaran-ujaran yang dihasilkan.
Pada wacana percakapan
terdapat giliran tutur (turn-taking)
dan pasangan berdekatan (adjacency pair).
Giliran tutur dalam suatu percakapan sangat penting. Ismari (1995: 17)
mengemukakan bahwa giliran tutur merupakan syarat percakapan yang dapat
menimbulkan pergantian peran peserta. Dalam percakapan yang baik selalu terjadi
pergantian peran, yaitu peran pembicara dan pendengar. Seorang penutur dengan
pengetahuan yang kurang mengenai aturan pengambilan giliran tutur adalah penutur
yang tidak memberikan kesempatan berbicara kepada lawan bicara. Orang seperti
ini akan membangkitkan penilaian negatif atau akan membuat percakapan berakhir
secepat mungkin.
Adanya
giliran tutur dapat membantu menggambarkan keteraturan proses percakapan. Wujud
keteraturan ini dapat dilihat pada rangkaian tuturan yang direpresentasikan
menjadi pasangan berdekatan (adjacency
pair). Ismari (1995: 11) menyebutkan pasangan berdekatan sebagai ujaran
yang dihasilkan oleh dua pembicara secara berturut-turut. Ujaran kedua
diidentifikasi dalam hubungannya dengan ujaran pertama. Ujaran pertama
merupakan bagian pertama pasangan dan ujaran berikutnya merupakan bagian kedua
dari pasangan. Oleh karena itu, seorang penutur pada saat menghasilkan tuturan mengharapkan
lawan bicaranya akan memberikan bagian kedua pada pasangan yang serasi.
Pada
wacana kelas, tuturan guru dan siswa akan membentuk rangkaian pasangan
berdekatan yang terfokus pada topik tertentu. Hal ini merupakan gejala alamiah
dalam proses percakapan, termasuk wacana kelas.
Di
dalam pasangan berdekatan terdapat stimulus-respons dan feedback. Proses stimulus-respons yang berulang akan menimbulkan
kebiasaan dan keteraturan. Proses ini dapat dilihat pada tuturan yang berfungsi
sebagai inisiasi, dan diikuti oleh tuturan yang berfungsi sebagai respons.
Inisiasi dapat dikatakan sebagai pembuka atau pemicu suatu tuturan. Sementara
itu, respons merupakan hasil dari adanya inisiasi. Respons dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu respons langsung dan tak langsung (Haliday dan Hasan dalam
Jumadi, 2005: 39). Respons langsung adalah tuturan yang digunakan secara
langsung dalam menjawab pertanyaan. Bentuk respons ini adalah jawaban ya dan tidak. Sementara itu, respons tidak langsung adalah tuturan yang
digunakan tidak secara langsung dalam menjawab pertanyaan. Pada umumnya bentuk
respons tidak langsung digunakan untuk mengkomentari pertanyaan, mengabaikan
relevansi (sangkalan), atau respons yang memberi informasi pendukung. Bagian
ketiga dari pasangan berdekatan adalah feedback.
Feedback dapat difungsikan sebagai
penutup tuturan.
Pasangan
berdekatan yang di dalamnya terdapat inisiasi (I), respons (R), dan feedback (F) pada umumnya memiliki
struktur, seperti a) [IRF], yakni struktur penuh, di dalamnya terdapat respons
verbal secara penuh terhadap inisiasi, b) [IR (F)], struktur dari pasangan
berdekatan yang di dalamnya terdapat inisiasi yang menyebabkan respons dalam
bentuk nonverbal, dan c) [I (R)], yakni struktur yang memiliki inisiasi dalam
bentuk penyampaian informasi proporsional yang tidak memerlukan respons.
Misalnya:
[IRF]
Guru : Apa sudah benar jawaban Agus?
Siswa : Benar.
Guru : Baik.
[IR (F)]
Penumpang 1 : Bisa menggeser sedikit, mbak?
Penumpang 2 : (menggeser)
[I (R)]
Guru : Diskusi akan dimulai minggu depan.
Siswa :
Suatu proses komunikasi dapat
berlangsung lancar. Inisiasi (I) yang diikuti oleh respons (R) dan feedback (F) mengimplikasikan telah
terjadinya percakapan yang berlangsung secara efektif dan efesien. Akan tetapi,
tidak semua proses percakapan berlangsung secara efektif dan efesien. Adanya
rangkaian sisipan (insertion sequences)
dapat ditemukan di antara I dan R. Pada umumnya struktur seperti ini dapat
dirumuskan dengan (Q (Q-A) A), (pertanyaan (pertanyaan-jawaban) jawaban) (Cock
dalam Jumadi, 2005: 40-45).
Misalnya:
A: Banyak
tidak yang ikut latihan bersama?
B: Kamu
mengapa tidak ikut latihan?
A: Bagaimana
lagi, aku ada ujian besoknya di kampus.
B: Lumayan banyak
sih, yang ikut.
Contoh
di atas memperlihatkan adanya sisipan dalam pasangan berdekatan. Pertanyaan A
seharusnya dijawab secara relevan oleh B. Namun, B ternyata memberikan
pertanyaan baru yang tidak relevan untuk menjawab pertanyaan A sebelumnya. Adanya
pasangan berdampingan baru dari pasangan berdampingan yang seharusnya
dituntaskan dapat disebut sebagai pasangan sisipan.
Pada interaksi di kelas
bahasa yang digunakan guru berkaitan dengan pola penguasaan. Guru yang lebih
dominan dapat menyebabkan terjadinya kekakuan dalam interaksi. Siswa
dikondisikan untuk tidak diberi kesempatan berlatih dan kreatif dalam
penggunaan bahasanya. Tuturan siswa pada bentuk ini lebih banyak yang bersifat
langsung, sopan, lebih berhati-hati dalam penggunaan tuturan, dan kalimatnya
pendek-pendek. Sementara idealnya suatu interaksi yang terjadi di kelas, yaitu
adanya sikap saling menghargai terhadap pendapat dan pemberian kesempatan dalam
berkreativitas. Umumnya, bentuk interaksi yang ideal ini seimbang antara guru
dan siswa, bahkan ada kemungkinan siswa yang lebih mendominasi dalam keaktifan,
sementara itu, guru hanya sebagai pendamping dan pengarah kepada pembelajaran
yang lebih mandiri. Interaksi seperti ini sangat baik diterapkan pada kegiatan
di kelas. Tuturan pada bentuk interaksi seperti ini tidak berbeda jauh dengan
tuturan pada interaksi yang didominasi guru. Yang membedakan hanyalah adanya
penghargaan pendapat dan kreatifitas kerja siswa tanpa tekanan mental.
Pada interaksi di kelas terdapat tiga lapisan
pertukaran, yaitu tindak, gerak, dan pertukaran (Ramirez dalam Arifin dan Rani,
2000: 52-55). Dijelaskan bahwa pertukaran itu merupakan suatu interaksi yang
terkecil dan melibatkan dua peserta atau lebih. Secara umum pola pertukaran
dirumuskan sebagai pembuka, jawaban, dan tindak lanjut. Ketiga unsur struktur
disebut gerak. Gerak-gerak itu terdiri atas sejumlah tindak, sedangkan tindak
dapat dibatasi berdasarkan fungsi ujaran dalam sebuah wacana, seperti
pertanyaan, perintah, memberi keterangan, dan sebagainya. Ramirez (dalam Arifin
dan Rani, 2000: 52-55) mendeskripsikan sebagai berikut.
a. Pembukaan
Tindak tutur yang
terdapat pada pembuka seperti di bawah ini.
1) Pertanyaan sungguhan, yaitu menanyakan sebuah
informasi, penjelasan, alasan, keterangan yang tidak diketahui oleh penutur.
Biasanya pertanyaan ini menggunakan bentuk kalimat pertanyaan seperti: Kapan ayah datang? Berapa tahun umurnya?
2) Pertanyaan pura-pura, yaitu pertanyaan yang
diajukan untuk mengetahui informasi, penjelasan, alasan, dan sebagainya yang sebenarnya
telah diketahui oleh penutur. Pertanyaan ini berguna untuk mengetahui
pengetahuan masa lampau para pendengar. Biasanya bentuk kalimat yang digunakan
untuk pertanyaan ini adalah kalimat tanya. Contoh: Di mana huruf besar diletakkan di dalam kalimat? Benarkah?
3) Permintaan secara langsung, yaitu ujaran yang
berisi permintaan dalam bentuk perintah yang memerlukan jawaban atau tindakan
pendengar. Bentuk ujaran yang digunakan biasanya berupa kalimat suruhan. Tindak
tutur ini dibedakan sebagai permintaan keras secara langsung untuk kepentingan
pengelolaan kelas dan permintaan keras secara langsung untuk kepentingan
disiplin. Contohnya: Buka pintu itu!
Matikan lampunya! Diam, kau!
4) Permintaan tak langsung, yaitu ujaran yang
berisikan permintaan dalam bentuk perintah lunak yang memerlukan jawaban verbal
atau tindakan dan cara penyampaiannya secara tidak langsung. Biasanya ujaran
yang digunakan berupa kalimat tanya. Permintaan lunak tak langsung dibedakan
menjadi dua macam, yaitu untuk kepentingan disiplin dan pengelolaan kelas.
Contoh: Dapatkah kamu membuka pintu itu?
5) Informatif, yaitu ujaran dalam bentuk
pernyataan yang berisi pendapat, ide, contoh, alasan, dan sebagainya yang
ditujukan kepada mitra tuturnya. Bentuk ujaran yang digunakan biasanya berupa
kalimat berita, bukan kalimat tanya. Tindak tutur ini dibedakan menjadi
informatif berperan serta dan informatif tidak berperan serta.
Contoh: Saya rasa dia salah memasuki ruangan ini.
6) Metastatement, yaitu suatu pernyataan yang
berisi suatu informasi yang sedang terjadi atau akan terjadi selama peristiwa
belajar-mengajar.
Contoh: Besok, kuliah ditiadakan karena ada acara wisuda sarjana. Tugas mata
kuliah harus diserahkan besok lusa.
7) Ekspresif, yaitu suatu ujaran yang bersifat
pribadi dalam bentuk komentar, penghargaan, atau pelahiran emosi yang lain.
Dalam interaksi di kelas, ujaran ini ditujukan pada siswa dan biasanya tidak
berhubungan dengan pelajaran.
Contoh: Aduh, bagus sekali bajumu!
b. Penjawaban
Tindak tutur yang terjadi dalam
gerak ini lebih sedikit kemungkinannya, seperti di bawah ini.
1) Menjawab, yaitu suatu tanggapan terhadap
sebuah pertanyaan yang ditujukan pada dirinya. Tindak tutur ini dibedakan
menjadi menjawab dengan berperan serta dan tidak berperan serta, misalnya
jawaban dalam bentuk pendapat pribadi, perasaan, sikap, dan sebagainya.
2) Timbal balik, yaitu tanggapan dalam bentuk
tindak verbal ataupun tindal nonverbal sebagai jawaban dari permintaan atau
perintah. Contoh:
Pertanyaan: Sedang apa kamu? Timbal
balik: Menulis.
3) Ucapan terima kasih, yaitu tanggapan untuk
mengucapkan terima kasih atas sebuah informasi yang diberikan.
4) Pengulangan, yaitu bentuk pengulangan
terhadap ujaran dalam bentuk pembuka.
5) Pemicu ulang, yaitu suatu ujaran yang
ditujukan pada siswa untuk mengulang atau memulai lagi.
c. Pelanjutan
Gerak lanjutan ini sering disebut
sebagai feedback, karena tindak tutur yang digunakan pada umumnya merupakan
balikan dari gerak jawaban. Tindak tutur yang terdapat pada gerak ini, antara
lain:
1) Penerimaan, yaitu ujaran yang berisi
penerimaan terhadap jawaban siswa. Misalnya: Benar! Oke, bagus!
2) Penghargaan, yaitu ujaran yang berisikan
penilaian terhadap jawaban atau pertimbangan kualitas. Contoh: Bagus sekali!
3) Komentar, yaitu ujaran dalam bentuk
pernyataan. Komentar ini biasanya mengikuti penerimaan, penghargaan,
pembentulan.
Contoh: Jadi memang benar apa yang dikemukakan oleh teman kalian tadi.
4) Pembetulan, yaitu ujaran yang dimaksudkan
untuk membetulkan jawaban siswa.
Siswa: Rumah kaca. Guru: Efek rumah kaca.
5) Pengulangan, yaitu ujaran dalam bentuk
pengulangan jawaban siswa.
Siswa: Banjir bandang. Guru: Banjir bandang.
6) Parafrase, yaitu ujaran dalam bentuk
pengubahan bentuk jawaban siswa.
Siswa : Efek
rumah kaca.
Guru : Ya. Dengan kata lain, efek rumah kaca itu ya
yang menyebabkan ozon bolong-bolong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar