Jumat, 14 September 2012

BAHASA DAN KEKUASAAN




Bahasa merupakan praktik kekuasaan. Wacana dapat digunakan untuk memperbesar pengaruh kekuasaan. Wacana dapat menjadi sarana untuk memarjinalkan dan merendahkan kelompok yang tidak dominan dalam wacana. Melalui bahasa seseorang dapat ditampilkan secara baik ataupun buruk kepada khalayak. Bahasa tidak dimaknai sebagai sesuatu yang netral yang dapat mentransmisikan dan menghadirkan realitas seperti keadaan aslinya, melainkan ia sudah bermuatan kekuasaan.
Kesenjangan yang besar antara teks yang sangat mikro dan sempit dengan masyarakat yang luas dan besar. Di antara keduanya terdapat jarak atau celah untuk menghadirkan kekuatan-kekuatan dalam teks. Bahasa dijadikan alat untuk mendeteksi ideologi dalam teks.

A. Wacana
Wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang mereproduksi dan mengubah pengetahuan, identitas, dan hubungan sosial yang mencakup hubungan kekuasaan, sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial. Wacana memiliki tiga efek dalam mengkonstruksi: (i)identitas sosial dan posisi subjek, (ii) relasi sosial di antara orang-orang, (iii) sistem pengetahuan dan kepercayaan.
Fairclough membangun sebuah model yang disebut sebagai model tiga dimensi untuk analisis wacana: teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Teks dianggap memiliki muatan ideologi tertentu. Discourse practice berkaitan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sedangkan Sociocultural practice berhubungan dengan konteks di luar teks.

B. Akal Sehat
Konsep akal sehat menurut Fairclough diarahkan pada proses penerimaan terhadap representasi sesuatu yang diambil begitu saja sebagai bagian integral dari banyak kehidupan masyarakat.  Mereka secara bawah sadar meniru, mengulangi, dan menggunakan representasi tersebut sebagai suatu kebenaran yang mutlak, bukan pilihan. Wacana akal sehat = wacana dominan

C. Ideologi
Ideologi adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan yang memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran. Ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasikan dominasi mereka secara taken for granted (diterima begitu saja).  
Semua teks selalu terkandung ideologi, baik yang tampil secara nyata maupun sembunyi. Ideologi tercermin dari pemakaian kosakata, kalimat, dan tata bahasa tertentu. Ideologi itu tersebar di antara anggota kelompok, dan ideologi yang tersebar itulah yang menentukan bagaimana teks dibuat. Jadi, hubungan antara ideologi dan teks tidak bersifat langsung, tetapi melalui mediasi praktik sosial yang terjadi dalam masyarakat. Struktur-struktur linguistik dimanfaatkan, didayagunakan, difungsikan untuk mengemukakan ideologinya, secara sadar, tidak sadar, bahkan bawah sadar. Isi ideologi dalam wacana bahasa diekspresikan melalui pilihan bentuk-bentuk lingual.
Pilihan bentuk lingual itu antara lain:
(i)      ketransitifan,
(ii)     kalimat aktif-pasif,
(iii)    kalimat positif-negatif,
(iv)    modus kalimat deklaratif-interogatif-imperatif,
(v)     modalitas relasional,
(vi)    pronomina persona, dan
(vii)   modalitas ekspresif.

a) Ketransitifan
Teori ketransitifan dipergunakan untuk menjawab tiga persoalan pokok yang dilontarkan Fairclough, yakni (i) tipe-tipe proses dan partisipan yang dominan, (ii) penampakan agen, dan (iii) penampakan proses.
Ketika seseorang memberikan representasi secara tekstual tentang tindakan, peristiwa, keadaan, dan hubungan yang nyata atau imajinasi, sering terdapat pilihan antara tipe-tipe proses dan partisipan yang berbeda dan seleksi yang dibuat itu memiliki signifikansi ideologis tertentu. Pilihan agen-agen, misalnya sesuatu yang animate, nomina tidak bernyawa, atau nomina abstrak, akan mengimplikasikan signifikansi ideologis tertentu.

b) Kalimat Aktif dan Pasif
Proses-proses tindakan dapat muncul dalam kalimat aktif maupun pasif. Kalimat pasif tanpa agen membiarkan kausalitas dan kekaburan atau ketidakjelasan agen.  Dalam banyak kasus, ketidakhadiran agen digunakan untuk menyembunyikan pelaku.

c) Kalimat Positif dan Negatif
Pada umumnya nilai pengalaman diekspresikan dalam kalimat positif, namun pada kasus tertentu, nilai pengalaman diekspresikan dalam kalimat negatif.  Negasi secara jelas memiliki nilai pengalaman sebagai cara dasar yang dimiliki manusia dalam membedakan apa yang bukan kasus dengan yang memang benar-benar kasus.  Bentuk negasi menjalankan tiga fungsi: (i) negatif yang sesungguhnya, (ii) negatif yang manipulatif, dan (iii) negatif yang ideologis. Penulis atau pembicara secara jelas menggunakan negatif sebagai cara untuk mengambil isu secara implisit yang sesuai dengan asersi positif.

d) Modus Kalimat Deklaratif, Interogatif, dan Imperatif
Modus kalimat adalah cara kalimat itu diekspresikan kepada mitra bicara.  Terdapat tiga cara, yakni (i) deklaratif, (ii) pertanyaan gramatis, dan (iii) imperatif. Tiga modus tersebut menempatkan subjek secara berbeda. Penempatan ini mengakibatkan ketidaksimetrisan sistematis. Ketidaksimetrisan sistematis dalam pembagian modus antarpartisipan menjadi penunjuk dari hubungan partisipan. Bertanya, misalnya, pada umumnya berkaitan dengan “posisi kekuasaan”. Bertanya dapat menjadi “tindakan” atau “informasi”, dan dapat juga sebagai pemberi informasi. Deklaratif selain berarti pemberian informasi dapat juga berarti perintah. Bertanya selain berarti permintaan informasi juga dapat bernilai perintah.

e) Modalitas Relasional
Modalitas mengandung nilai relasional apabila modal itu digunakan terkait dengan otoritas satu partisipan dalam hubungan dengan partisipan lainnya.

f) Pronomina Persona
Pilihan pronomina persona berkenaan dengan bagaimana pembicara menghadirkan dirinya di hadapan mitra bicaranya. Penggunaan pronomina persona dapat menunjukkan hubungan kekuasaan dan solidaritas. Untuk menunjukkan kekuasaannya, pembicara menggunakan kata atau bentuk kata tertentu. Penggunaan kata “Bapak” untuk menggantikan persona pertama mengandung arti bahwa orang pertama memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada mitra tuturnya itu. Untuk menunjukkan solidaritas setiap bahasa mempunyai pelbagai alat dan kata tertentu pula.

g) Modalitas Ekspresif
Modalitas bukan hanya persoalan verba bantu modal. Pilihan terhadap verba bantu tertentu akan menampilkan gambaran yang berbeda tentang realitas.  Bentuk-bentuk modalitas yang dipilih memiliki signifikansi ideologis tertentu. Contoh: verba are dalam Your library books are overdue merupakan titik pangkal modalitas ekspresif, yakni sebuah komitmen kategoris penutur  terhadap kebenaran proposisi. Modalitas itu merupakan lawan dari ekspresi negatif  Your library books are not overdue, sebuah komitmen kategoris yang sejajar terhadap kebenaran proposisi yang dinegasikan.

Tidak ada komentar: