Perkembangan makna meliputi
segala hal tentang perubahan makna, baik
yang meluas, menyempit, atau bergeser. Perkembangan ini sejalan dengan
perkembangan penuturnya sebagai pemakai bahasa. Pemakai bahasa yang mewujudkan
bahasa dalam bentuk kata dan kalimat. Dalam hal ini, mereka menggunakan
kata-kata dan kalimat, baik dengan menambah, mengurangi, atau mengubahnya.
1. Perubahan
Makna
Faktor-faktor
yang menyebabkan perubahan makna, yaitu:
a. faktor kebahasaan (linguistic causes)
b. faktor kesejarahan (historical causes)
c. faktor sosial (social causes)
d. faktor psikologis (psychological causes)
e. pengaruh bahasa asing
f. kepentingan akan kata-kata baru
Adapun
perubahan makna tersebut dibedakan berdasarkan akibatnya, yaitu:
a. Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke Bahasa
Indonesia
Perubahan makna dari bahasa daerah ke
bahasa Indonesia dapat dicermati pada contoh kata seni. Kata seni ini
memiliki kesepadanan dengan kata kunst
yang berasal dari bahasa Belanda. Kata seni
memiliki makna: (i) halus, (ii) air kencing, (iii) kecakapan membuat sesuatu
yang indah (Poerwadarminta dalam Djajasudarma, 1993: 65). Bagi masyarakat
Melayu, seni lebih banyak dihubungkan
dengan air seni atau air kencing.
b. Perubahan Makna Akibat Lingkungan
Lingkungan masyarakat dapat
menyebabkan perubahan makna suatu kata. Kata yang dipakai dalam lingkungan
tertentu belum tentu sama maknanya dengan kata yang dipakai pada lingkungan
yang lain. Contoh tersebut dapat dilihat pada kalimat di bawah ini:
(i) Buku ini dicetak oleh Balai Pustaka.
(ii) Cetakan batu bata itu besar-besar.
(iii) Ali mencetak tiga gol dalam
pertandingan sepak bola kemarin.
Kalimat pertama, makna cetak bergerak di lingkungan
persuratkabaran, berbeda dengan kalimat kedua dan ketiga yang bergerak di
bidang bagunan (arsitek) dan olahraga.
c. Perubahan Makna Akibat Pertukaran Tanggapan Indera
Perubahan makna ini dapat juga disebut dengan
sinestesia. Pertukaran ini berhubungan dengan alat indera manusia, misalnya
pertukaran indera pendengaran dengan indera penglihatan, indera perasa dengan
penglihatan.
Contoh pertukaran tersebut dapat dicermati melalui
kalimat-kalimat di bawah ini.
(i) Kata-katanya terlalu pedas.
(ii) Gadis itu sangat manis
sekali.
(iii) Kata-katanya sangat menyejukkan hati.
(iv) Wajahnya sangat sedap dipandang mata.
d. Perubahan Makna Akibat Gabungan Kata
Gabungan kata dapat mengakibatkan perubahan pada makna.
Contoh gabungan kata tersebut dapat dilihat di bawah ini:
(i) surat
perintah
(ii) surat
keterangan
(iii) surat
kaleng
Surat yang
dikirimkan orang tanpa menyebutkan alamat pengirim disebut surat kaleng, sama sekali tidak ada hubungan makna antara surat dan kaleng. Akan tetapi, makna asosiasi masih dapat terlihat pada
gabungan kata surat keterangan dan surat perintah.
e. Perubahan
Makna Akibat Tanggapan Pemakai Bahasa
Perubahan akibat tanggapan pemakai bahasa, cenderung
mengarah ke arah menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Kata yang mengarah
pada hal yang menyenangkan disebut amelioratif,
sedangkan kata yang mengarah pada yang tidak menyenangkan disebut peyoratif.
Contoh kata yang amelioratif adalah kata juara. Kata juara dulu bermakna “penyabung ayam”. Akan tetapi, kata juara pada masa sekarang memiliki makna
yang positif (menyenangkan), yaitu pemenang, seperti pada juara renang, juara
dunia, dan sebagainya.
Sedangkan contoh kata yang peyoratif adalah gerombolan. Dulu, kata gerombolan memiliki makna yang positif yaitu
“orang yang berkelompok”. Akan tetapi, sejak munculnya pemberontakan di
Indonesia, kata gerombolan memiliki
makna negatif, tidak menyenangkan, bahkan menakutkan. Hal ini disebabkan, pada
masa sekarang kata gerombolan
dipadankan dengan pengacau, pemberontak, perampok, dan pencuri.
f. Perubahan Makna Akibat Asosiasi
Asosiasi adalah hubungan antara makna asli dengan
makna baru. Makna ini dapat dihubungkan dengan waktu atau peristiwa, tempat
atau lokasi, warna, maupun tanda atau gambar tertentu.
2. Proses
yang Mengakibatkan Perubahan Makna
a. Hubungan Sintagmatik
Satuan leksikal dapat mengalami perubahan arti karena
(i) kekeliruan pemenggalan morfem-morfem, misalnya Kata Jawa pramugari yang terjadi dari pra- dan bentuk dasar mugari ‘pembantu tuan rumah pada
peralatan’. Pemenggalan yang salah untuk menghasilkan bentuk-bentuk lain muncul
pada kata pramuniaga, pramuwisma, dan
lainnya. Bentuk pramu- akhirnya
dihubungkan dengan ‘pemberi jasa’. (ii) Persandingan yang lazim, yang disebut
kolokasi. Misalnya bentuk nasib yang
dapat bersanding dengan baik dan buruk. Akan tetapi, yang sering muncul
adalah nasib buruk daripada nasib baik, sehingga di masyarakat
maknanya menjadi berkonotasi buruk.
Contohnya: Memang sudah nasibnya untuk
hidup sendiri. (iii) Penghilangan salah satu unsur. Contohnya, bentuk acuh tak acuh yang berarti ‘tidak
menghiraukan’ menjadi acuh dengan
arti sama ‘tidak menghiraukan’.
b. Rumpang di dalam Kosakata
Kosa kata bahasa Indonesia terkadang kekurangan bentuk
untuk mengungkapkan konsep tertentu. Penutur bahasa dapat memilih satuan
leksikal yang ada dan (i) menyempitkan maknanya. Misal pada kata pesawat ‘alat’, ‘mesin’, di kalangan
penerbang menjadi sempit maknanya sehingga disamakan dengan pesawat terbang. (ii) meluaskan makna
satuan leksikalnya. Contohnya, munculnya ayah
kandung, selain terdapat ibu kandung
dan saudara kandung meskipun ayah tidak pernah mengandung atau berada
dalam satu kandung. Bentuk ini kemudian memiliki hubungan pertalian
kekerabatan. (iii) memakai metafor atau kiasan. Misalnya kata catut yang maknanya sendiri adalah ‘alat
pencabut paku’ kemudian disamakan dengan ‘calo’. (iv) acuan yang ada di luar
bahasa. Contohnya bentuk perakitan
dan merakit yang bermakna ‘menyatukan
komponen-komponen’ di bidang automotif dipakai padanan assemble atau assembling.
c. Perubahan Konotasi
Konotasi atau disebut juga tautan yang menyertai makna
kognitif, sangat bergantung pada pembicaranya, pendengar, dan situasi yang
melingkupinya. Berdasarkan itu ada yang menjurus pada yang positif dan adapula
yang menjurus ke negatif. Kata yang menjurus ke arah yang positif misalnya ceramah dan kata yang menjurus ke arah
yang negatif misalnya terlibat.
d. Peralihan dari Pengacuan yang Konkrit Menjadi
Abstrak
Peralihan dari acuan yang konkrit menjadi abstrak
dapat dicermati pada contoh mencakup
(menagkap dengan mulut, seperti buaya mengatupkan mulutnya apabila banyak lalat
yang masuk) menjadi mencakup
(termasuk di dalamnya).
e. Sinestesia
Sinestesia adalah penggabungan dua macam tanggapan
pancaindera terhadap satu hal yang sama. Misalnya pada gabungan kata muka masam, yang terjadi dari kombinasi
antara indera penglihatan (muka) dan
indera perasa (masam)
f. Penerjemahan Harfiah
Pemungutan konsep baru yang diungkapkan di dalam
bahasa lain terjadi juga lewat penerjemahan kata demi kata, sehingga bentuk
terjemahan itu memperoleh arti baru yang tidak dimiliki sebelumnya. Salah satu
akibat proses perubahan makna yang terjadi adalah adanya satuan leksikal kuno dan satuan
leksikal yang usang. Satuan leksikal kuno adalah satuan yang kehilangan
acuannya karena acuannya tersebut berada di luar bahasa masa kini. Sedangkan
satuan leksikal yang usang diakibatkan penurunan frekuensinya.
3. Perluasan Makna
Makna dapat mengalami perluasan, misalnya pada kata saudara, bapak, dan ibu. Dulu digunakan untuk menyebut orang yang seketurunan
(sedarah). Kata saudara dihubungkan
dengan kakak atau adik yang seayah dan seibu. Kata bapak selalu dihubungkan dengan orang tua laki-laki, sedangkan kata
ibu selalu dihubungkan dengan orang
tua perempuan. Akan tetapi, pada masa sekarang kata-kata tersebut telah
mengalami perluasan makna. Kata bapak
digunakan untuk menyebut laki-laki yang tua, meskipun tidak ada pertalian
darah; kata ibu juga sama halnya
dengan kata bapak yang mengalami
perluasan untuk menyebut perempuan yang tua; kata saudara digunakan untuk menyebut orang yang sebaya dengan
pembicara.
4. Pembatasan
Makna
Makna kata dapat mengalami pembatasan, atau makna yang
dimiliki lebih terbatas dibandingkan dengan makna semula. Misalnya kata tukang yang memiliki makna luas ‘ahli’
atau ‘dapat mengerjakan sesuatu’. Sekarang makna tersebut mengalami pembatasan
seperti pada (i) tukang kayu, (ii) tukang catut, dan (iii) tukang tambal ban.
5. Pergeseran
Makna
Pergeseran makna merupakan salah satu akibat dari
perkembangan makna. Pergeseran ini dapat terjadi dengan cara menggati simbol,
misalnya kata tahanan ‘tempat orang
ditahan atau dipenjara setelah mendapat putusan dari hakim untuk menjalani
hukuman’. Sekarang muncul lembaga
kemasyarakatan yang maknanya mengalami pergeseran, yaitu bukan hanya tempat
untuk menahan tetapi juga dijadikan tempat untuk mengubah tingkah laku
terpidana agar kelak dapat diterima kembali oleh masyarakatnya.
Pergeseran makna selain melalui penggantian simbol, juga dapat dilakukan
dengan mengubah bentuk imperatif pada bentuk segera laksanakan! Bergeser maknanya menjadi eufemisme, yaitu harap dilaksanakan atau mohon dilaksanakan. Hal ini dilakukan melalui
pertimbangan psikologis lawan tutur untuk memperhalus dalam penggunaan
kata-kata agar tidak terkesan kasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar