Sabtu, 15 September 2012

Tindak Tutur


Tindak tutur memiliki banyak jenis. Levinson (dalam Suyono, 1990: 5) mengungkapkan bahwa fenomena tindak tutur inilah yang sebenarnya merupakan fenomena aktual dalam situasi tutur. Peristiwa tutur dalam bentuk praktisnya adalah wacana percakapan, pidato, surat, dan lain-lain. Sementara itu, tindak tutur merupakan unsur pembentuk yang berupa tuturan.
Tindak tutur dapat dinyatakan sebagai segala tindak yang kita lakukan melalui berbicara, segala yang kita lakukan ketika kita berbicara (Ismari, 1995: 76). Akan tetapi, definisi ini terlalu luas untuk sebagian tujuan. Bahasa digunakan untuk membangun jembatan pemahaman dan solidaritas, untuk menyatukan kekuatan-kekuatan politik, untuk menyatakan argumentasi, untuk menyampaikan informasi kepada sesama, untuk menghibur, untuk memberikan kritik dan saran, singkatnya untuk berkomunikasi.
Pengertian yang lebih sempit mengenai tindak tutur dapat dinyatakan sebagai satuan terkecil dari komunikasi bahasa yang memiliki fungsi dengan memperlihatkan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya bergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu kalimat dengan kondisi tertentu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Richards (dalam Suyono, 1990: 5) yang berpendapat mengenai tindak tutur sebagai the things we actually do when we speak “sesuatu yang benar-benar kita lakukan ketika bertutur” atau the minimal unit of speaking which can be said to have function “satuan terkecil dari unit tuturan yang dapat dikatakan memiliki fungsi”. Pendapat yang mirip juga ditemukan pada pernyataan Arifin dan Rani (2000:136) yang menganggap tindak tutur sebagai produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan satuan terkecil dari komunikasi bahasa. Chaer dan Agustina (1995:64) lebih mengkhususkan tindak tutur sebagai gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Seorang filsuf yang bernama Austin (dalam Ismari, 1995: 77) menyatakan ada lebih dari 1000 kata kerja tindak ilokusi dalam bahasa Inggris. Austin (dalam Ismari, 1995: 77) menyebutkan beberapa kata kerja seperti bertanya (ask), meminta (request), memimpin (direct), membutuhkan (require), menyuruh (order), memerintah (command), menyarankan (suggest), memohon dengan sangat (beg), menuntut (plead), yang kesemuanya menandai tindak tutur. Akan tetapi, kata kerja-kata kerja dalam bahasa Inggris seperti yang dikemukakan oleh Austin itu dilengkapi dengan taksonomi awal yang berguna untuk tindak tutur, tetap saja nama-nama kata kerja tersebut tidak sama dengan ‘tindak’. Dengan kata lain, tindak tutur tidak sekedar setara dengan kata kerja yang menggambarkan mereka. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Searle.
Searle (dalam Ismari, 1995: 77) menunjukkan adanya kata kerja-kata kerja yang bukan merupakan tanda-tanda dari daya ilokusioner, tetapi merupakan tanda-tanda dari ciri lain tindak tutur tersebut, misalnya berkeras hati (insist) yang menandai tingkat intensitas, tetapi tindak menandai fungsi-fungsi tindak tutur.

Searle memberikan contoh dalam kalimat I suggest/insist that we go to moviesAku menyarankan/berkeras hati bahwa kita pergi ke bioskopatau dengan kalimat lain I suggest/insist that the answer is found on page 16. Aku menyarankan/berkeras hati bahwa jawaban ditemukan di halaman 16.”
Pada umumnya seorang guru melakukan tindak tutur dalam membentuk wacana kelas yang komunikatif. Searle mengklasifikasikan tindak tutur yang didasarkan pada maksud penutur ketika berbicara. Adapun tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle sebagai berikut.

a. Tindak Representatif
Tindak representatif merupakan tindak bahasa yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu sebagaimana adanya, misalnya tindak menyatakan, tindak menunjukkan, dan tindak menjelaskan (Suyitno, 2002:104). Levinson seperti yang dikutip Arifin dan Rani (2000:211) memberikan pengertian terhadap tindak representatif sebagai tindak tutur untuk menyampaikan proposisi yang benar. Yang termasuk dalam tindak ini adalah tindak memberi informasi, memberi izin, keluhan, permintaan ketegasan maksud tuturan, dan lainnya. Pengertian itu ditambahkan lagi oleh Searle (dalam Syamsuddin, et. al., 1998: 97) yang mengemukakan tindak tutur representatif sebagai tindak yang berfungsi menetapkan atau menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu terjadi dengan apa adanya, contohnya pemberian pernyataan, saran, pelaporan, pengeluhan, dan sebagainya. Ketiga pernyataan di atas dipertegas oleh Bach dan Hamish yang dikutip Arifin dan Rani (2000: 211) bahwa tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang biasanya disampaikan dan dimaksudkan untuk memperoleh respons tertentu. Respons ini merupakan suatu tindakan dalam memberikan balasan terhadap apa yang diinginkan penutur.
Contoh dialog yang menyatakan atau menjelaskan.
Emi   :  Pensil itu bukan milik saya.
Budi     :          Lalu milik siapa?
Emi   :  Saya tidak tahu.

Contoh dialog singkat tersebut menunjukkan penjelasan Emi bahwa pensil itu bukan miliknya, dan Emi mengemukakan pula bahwa ia tidak tahu siapa sebenarnya yang memiliki pensil tersebut.

b. Tindak Komisif
Berbeda dengan tindak tutur representatif, tindak tutur komisif dalam pandangan Searle (dalam Arifin dan Rani, 2000:139) dianggap sebagai tindak tutur yang memiliki fungsi untuk mendorong  penutur melakukan sesuatu. Yang termasuk dalam tindak komisif itu sendiri adalah bersumpah, berjanji, dan mengajukan usulan. Jumadi (2006: 71) ikut menambahkan pendapatnya terhadap tindak tutur komisif sebagai salah satu jenis tindak tutur yang digunakan oleh penutur untuk membuat dirinya sendiri berkomitmen dalam melakukan tindakan tertentu di masa yang akan datang. 
Contoh tindak tutur yang menyatakan janji.
Siswa   :  Saya berjanji tidak akan terlambat lagi datang ke sekolah.
Guru   :  Baik kalau begitu saya akan pegang janji kamu.

Contoh kutipan percakapan tersebut berisikan pernyataan janji oleh seorang siswa kepada guru. Siswa melakukan tindak berjanji untuk tidak terlambat.

c. Tindak Direktif
Tindak tutur berikutnya adalah tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang mengekspresikan maksud dalam bentuk perintah atau permintaan untuk menghasilkan efek melalui suatu tindakan pada mitra tuturnya. Levinson dalam buku Prinsip-Prinsip Analisis Wacana yang ditulis Arifin dan Rani (2000:206), mengemukakan tindak tutur direktif sebagai tindak tutur yang bermaksud untuk menghasilkan efek melalui suatu tindakan oleh pendengar. Tidak berbeda jauh dengan Searle yang juga dikutip oleh Arifin dan Rani (2000:1206) mengemukakan tindak tutur direktif sebagai tindak tutur yang mendorong pendengar untuk melakukan sesuatu. Pendapat tersebut dipertegas kembali oleh Bach dan Harmish (dalam Arifin dan Rani, 2000: 206) yang mengartikan tindak tutur direktif sebagai tindak tutur yang mengekspresikan maksud penutur agar mitra tuturnya melakukan suatu tindakan.
Adapun fungsi pragmatis untuk menyampaikan tindak direktif ini memiliki wujud seperti berikut ini.
a)   Pertanyaan untuk Meminta Informasi
Informasi merupakan pernyataan yang mungkin benar dan mungkin juga salah. Informasi mengacu pada sesuatu yang keberadaannya bersifat independen atau berstatus objektif. Sesuatu yang dimaksud dapat berupa fakta, opini, keputusan, maksud, alasan, atau objek nyata.
b)   Pertanyaan untuk Meminta Konfirmasi
Pertanyaan untuk meminta konfirmasi pada dasarnya merupakan bagian dari permintaan informasi yang merujuk pada peristiwa percakapan terdahulu.
c)   Pertanyaan untuk Menguji
Pertanyaan yang berfungsi pragmatis pengujian berasal dari pembicara yang meminta agar pendengar melakukan tindakan berupa pembuktian bahwa dirinya mengetahui tentang sesuatu yang ditanyakan.

d. Tindak Ekspresif
Selain tindak tutur representatif, komisif, dan direktif, juga terdapat tindak tutur ekspresif. Searle (dalam Arifin dan Rani, 2000:139) mengemukakan bahwa tindak ekspresif adalah tindak tutur yang berkaitan dengan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindakan meminta maaf, humor, memuji, basa-basi, berterima kasih, dan sebagainya. Tindak ekspresif ini memiliki fungsi untuk mengekspresikan sikap psikologis pembicara terhadap pendengar sehubungan dengan keadaan tertentu.
Contoh tindak tutur meminta maaf.
Guru    : Mengapa kamu belum menyerahkan tugas rumah?
Siswa   :  Maaf Pak, tugas itu belum selesai saya kerjakan.
Guru    :  Kapan akan diserahkan?
Siswa   :  Insya Allah besok Pak.

Contoh penggalan percakapan tersebut berisikan tindak tutur ekspresif yang menyatakan permintaan maaf. Tindak tutur meminta maaf dilakukan oleh siswa yang tidak menyerahkan tugas rumah kepada guru. Siswa mengekspresikan tindak tutur meminta maaf dengan menggunakan kata maaf.

e. Tindak Deklaratif
Tindak tutur yang terakhir yang dikelompokan Searle (dalam Arifin dan Rani, 2000:139) adalah tindak tutur deklaratif. Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan isi proposisi dengan realitas yang sebenarnya. Tindak tutur ini dapat dilihat pada tindak menghukum, menetapkan, memecat, dan memberi nama. Oleh Suyono (1990: 7) tindak deklaratif dinyatakan sebagai tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau membenarkan sesuatu tindak tutur sebelumnya. Tindak tutur ini dinyatakan dengan setuju, tidak setuju, benar, dan lain-lain.
Contoh tindak tutur deklaratif dapat dilihat pada dialog di bawah ini.
Siswa   :  Menurut saya, salah satu faktor yang mempengaruhi kecurangan siswa dalam menjawab ujian adalah ketidaksiapan belajar untuk menghadapi ujian itu sendiri. Bagaimana Pak?
Guru    : Ya, saya setuju dengan pendapat kamu.

Contoh dialog yang telah dikemukakan merupakan tindak tutur deklaratif. Guru menggunakan tindak tutur deklaratif dalam bentuk persetujuan terhadap pendapat yang dikemukakan oleh siswa. Pernyataan persetujuan yang diberikan guru ditandai dengan penggunaan kata setuju.

Tidak ada komentar: