Sabtu, 15 September 2012

Landasan Historis


PENDAHULUAN

Pendidikan, baik dalam teori maupun praktik mempunyai sejarah kehidupan dan perkembangan. Angkatan yang telah lalu berusaha agar angkatan berikutnya bertambah maju atau lebih baik dari apa yang telah dicapai oleh generasi yang mewariskannya; atau sekurang-kurangnya berusaha mempertahankan nilai-nilai yang telah dicapainya (Suparlan, 1984: 14). Dalam sejarah pendidikan akan dapat dilihat pula nilai-nilai yang sudah tidak dapat digunakan dalam arti sudah usang dan harus ditinggalkan; ada pula nilai-nilai yang tepat bertahan, yang dapat digunakan dan dilaksanakan untuk masa sekarang. Nilai-nilai abadi ini harus tetap diakui adanya. Maka tepatlah ungkapan yang menyatakan “Kita belajar dari sejarah”.
Sejarah pendidikan dari berbagai bangsa telah mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan selalu mengalami perubahan dan pembaharuan. Pendidikan pada masa ini merupakan perkembangan pendidikan yang terjadi sebelumnya dalam bentuk perwujudan potensi-potensi yang dimiliki berdasarkan ukuran-ukurannya. Suparna (dalam FIP-IKIP Malang, 1988: 190) mengemukakan mengenai ukuran perkembangan yang dapat berupa norma, tujuan yang dicita-citakan, kegunaan secara praktis di masyarakat, nilainya yang mampu mengembangkan harkat manusia seutuhnya dan mutu kehidupannya, atau norma lainnya yang dapat diterima oleh masyarakat dan bangsanya.
Makalah ini akan membahas mengenai landasan historis pendidikan yang menjadi dasar terbentuknya pendidikan nasional merdeka.








LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
DI INDONESIA

Landasan historis pendidikan merupakan asas yang terbentuk dalam sejarah pendidikan yang berliku-liku dan tersusun secara mendalam. Landasan historis penyelenggaraan pendidikan di Indonesia didasarkan pada 3 tonggak, yaitu:
(1) pendidikan tradisional
Pendidikan tradisional merupakan tonggak pertama yang menjadi landasan historis penyelenggaraan pendidikan di nusantara yang dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia.
(2) pendidikan kolonial Barat
Pendidikan kolonial Barat merupakan penyelenggaraan pendidikan di nusantara oleh pemerintah kolonial Barat, terutama oleh pemerintah kolonial Belanda.
(3) pendidikan militer Jepang
Pendidikan kolonial Jepang merupakan penyelenggaraan pendidikan di nusantara Indonesia oleh pemerintah militer Jepang saat Perang Dunia II.

A. Pendidikan Tradisional
1. Pendidikan Hindu-Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5, tumbuh dan berkembang secara harmonis. Hinduisme dan Budhisme adalah agama yang berbeda, tetapi di Indonesia tampak adanya kecenderungan sinkretisme.
Ajaran agama Hindu membagi keseluruhan hidup manusia dalam empat masa yang disebut Catur Asrama.
a. Brahmacharya asrama: tingkat hidup berguru;
b. Grihasthasrama: tingkat hidup berumah tangga;
c. Vanaprastha asrama: tingkat hidup mengasingkan diri; dan
d. Samnyasa asrama: tingkat hidup berkelana.
Pendidikan Hindu dan Budha dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupanan beragama. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup yang diajarkan oleh agama yaitu mencapai moksa dan kesejahteraan umat manusia, seperti yang tercantum dalam kitab Weda: “Moksartham jagadhitaya ca iti dharmah”. Agama Hindu mengajarkan agar penganutnya berbuat kebaikan.
Ajaran Hinduisme dan Budhisme dilaksanakan di perguruan-perguruan yang lebih dikenal dengan nama peguron. Peguron pada masa itu terbagi menjadi dua, yaitu:
a. perguron kraton
            Puri atau kraton dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan. Pendidikan dilakukan oleh Bapak terhadap anaknya, atau seorang raja yang menunjuk pendeta yang ahli dalam pendidikan untuk mendidik anaknya.
b. peguron biasa
            Peguron ini didirikan di luar istana dan dipimpin oleh seorang yang berilmu. Perguruan ini mengajarkan mengenai ilmu-ilmu agama. Yang diajar biasanya anak-anak pilihan dari keluarga bangsawan atau kaum brahmana.  Perguron ini biasanya ada di daerah atau desa khusus untuk para pendeta.
            Peguron cenderung didirikan untuk kaum brahmana, kerajaan, dan bengsawan. Sedangkan pendidikan untuk rakyat biasa dilaksanakan dalam keluarga masing-masing dengan cara meneladani orang tua mereka dalam bidang adat istiadat dan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pekerjaan yang dilakukan seseorang bersifat turun-temurun.

2. Pendidikan Islam Tradisional
            Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di nusantara. Islam mulai masuk ke Indonesia akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar nusantara pada abad ke-16. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai di Aceh, sedangkan kerajaan Islam pertama di Jawa adalah kerajaan Demak.
            Tujuan pendidikan Islam sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah swt., sesuai dengan ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad saw dalam bentuk Alquran, serta perkataan, tingkah laku, dan perbuatan nabi sendiri (sunnah) untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
            Islam mengajarkan keimanan, ketakwaan,dan akhlak. Di dalam Islam ada yang dimaksud dengan arkan al-iman, usul ad-din, atau Rukun Iman yang terdiri dari enam perkara yaitu: (1) percaya kepada Allah, (2) percaya kepada malaikat, (3) percaya kepada kitab, (4) percaya kepada rasul, (5) percaya kepada hari akhir (kiamat), dan (6) percaya kepada takdir (Qada dan Qadar). Selain itu, hal terpenting di dalam Islam adalah menegakkan tiang agama, atau yang disebut dengan rukun Islam. Rukun Islam terdiri dari lima macam kewajiban, yaitu: (1) syahadat, (2) sholat, (3) puasa, (4) zakat, dan (5) puasa.
            Orang Islam diwajibkan mempunyai akhlak yang terpuji, atau berbudi pekerti, atau berperilaku mulia seperti yang diteladankan oleh Nabi Muhammad saw. selama hidupnya. Diriwayatkan bahwa Nabi mempunyai sifat sebagai berikut:
(1)     kesucian pikiran dan kebersihan badan,
(2)     hidup sederhana,
(3)     cinta dan bakti kepada Tuhan,
(4)     tidak menyetujui penghukuman terhadap diri sendiri dan menebus dosa,
(5)     bersikap baik dan adil terhadap diri sendiri,
(6)     sangat sabar dalam kesukaran dan kesusahan,
(7)     menguasai diri,
(8)     mandiri dalam menetapkan keadilan dan perlakuan adil,
(9)     mempunyai perhatian terhadap orang-orang miskin,
(10)   menjaga kepentingan si miskin,
(11)   memperlakukan budak dengan baik dan kasih sayang,
(12)   menjamin perempuan memperoleh kedudukan terhormat dan perlakuan yang wajar dan pantas,
(13)   memerintahkan setiap orang membuat wasiat untuk menyelesaikan urusannya setelah ia meninggal,
(14)   memperlakukan tetangga dengan ramah dan penuh pengertian,
(15)   lebih menekankan pada pahala berbakti dan menghormati kedua orang tua serta memperlakukan dengan baik dan kasih sayang,
(16)   memilih pergaulan dengan orang-orang baik, jika ada sahabat yang memiliki kelemahan akan ditegur dengan ramah secara empat mata,
(17)   berhati-hati membawa diri agar tidak menimbulkan salah paham,
(18)   tidak mengemukakan kesalahan dan kelemahan orang lain,
(19)   tidak mencampuri, mengecam, dan mencela urusan orang lain yang tidak ada kaitan dengan diri sendiri,
(20)   memperlakukan binatang dengan baik,
(21)   memberi teladan atau contoh-contoh,
(22)   berani dalam menghadapi bahaya,
(23)   tenggang rasa terhadap orang yang kurang sopan, dan
(24)   penghargaan terhadap abdi-abdi perikemanusiaan.
            Pendidikan Islam di nusantara tidak dilaksanakan secara terpusat. Hal ini biasanya dilakukan oleh para ulama Islam dalam rangka penyebaran agama dan pembinaan umat Islam. Penyebaran dan pembinaan yang terkoordinasi dilaksanakan oleh para wali di Jawa, terutama Wali Songo.

3. Pendidikan Katolik dan Protestan
a. Kedatangan Bangsa Portugis (Pendidikan Katolik)
            Bangsa Portugis selama abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat, dengan cara menempuh jalan laut menuju dunia Timur dan menguasai bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat melalui laut. Rajanya menyatakan dirinya sebagai: “Yang Dipertuan bagi pelayaran serta perdagangan dan bagi daerah takluk Etiopia, Tanah Arab, Parsi, dan India.”
            Albuquerque bermaksud mendirikan suatu negeri jajahan yang besar. Kekuasaannya didasarkan pada kekuatan angkatan laut dan sejumlah benteng yang tersebar letaknya. Benteng-benteng tersebut akan melindungi perdagangan di daratan. Bandar dan pulau yang menjadi kunci kekuasaan di seluruh daerah Timur harus berada di tangan orang Portugis. Untuk mencapai tujuan tersebut, Albuquerque melakukan penaklukan-penaklukan sejumlah daerah seperti Goa, Malaka, Aden, Ormuz, dan Ternate.
            Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud untuk mencari kekayaan, kejayaan, dan penyebaran agama Katolik. Oleh karena itu, setiap operasi perdagangannya, mereka menyertakan paderi-paderi missionaris yang bertugas menyebarkan agama Katolik. Paderi yang sangat terkenal bernama Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
            Orde Jesuit (Jesus) memiliki tujuan yaitu Ad Mojerem Die Glorian “Segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari tuhan.” Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu (1) memberi ceramah, (2) memberi pelajaran, dan (3) pengakuan.
            Tahun 1536 pengusaha Portugis yang bernama Antonio Galvano mendirikan sekolah Missionaris di Ternate. Sekolah ini didirikan untuk anak-anak pemuka pribumi. Akan tetapi, sekolah Missionaris ini kurang berhasil. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang kurang baik antara kesultanan Ternate dengan bangsa Portugis.
b. Kedatangan Bangsa Belanda (Pendidikan Protestan)
Tahun 1596 Belanda datang ke Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de Houtman di Banten. Mereka datang ke Indonesia untuk membeli rempah-rempah. Oleh karena banyaknya pedagang Belanda yang datang ke Indonesia, dibentuklah kongsi dagang yang disebut VOC agar tidak terjadi persaingan di antara mereka. VOC memiliki hak-hak istimewa yang menyebabkannya berkembang cepat dan melumpuhkan pedagang-pedagang Portugis.
Pada masa itu telah didirikan sekolah-sekolah Zending. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam Tradisional di nusantara dan mendukung diselenggarakannya sekolah yang bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen.
Usaha untuk memperluas pengaruhnya, VOC menggunakan taktiknya dalam menguasai nusantara melalui politik pecah belah (devide at empera) dan perang. Usaha ini pada umumnya berhasil karena Indonesia pada saat itu mudah sekali diadu domba. Saat itu merupakan kejayaan bagi pemerintahan Belanda di Indonesia. Namun, akhirnya VOC dibubarkan karena ditemukan bukti terjadinya korupsi yang menyebabkan kritisnya uang kas negara. Sejak saat itu VOC digantikan oleh Bataafsche Republiek.

B. Pendidikan Kolonial Barat
1. Pemerintahan Kolonial Belanda
            Pada tahun 1807 Bataafsche Republiek dihapus oleh kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti menjadi koninkrijk Holland (kerajaan Belanda) yang dipimpin Louis Napoleon Bonaparte. Louis Napoleon Bonaparte mengirim Daendles sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
            Pemerintahan yang dipimpin oleh Daendles digantikan oleh Jenderal Jensens. Saat itu tentara Inggris menyerang dan Belanda menyerah. Akibatnya pemerintahan digantikan oleh Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Salah satu tindakan yang dilakukannya adalah meletakkan batu pertama dalam membangun pengetahuan di Indonesia. Penyelidikannya dibantu orang-orang Indonesia yang pada akhirnya mampu menyokong perkumpulan kebudayaan dan pengetahuan seperti Bataviaasch Genootschap. Akan tetapi, keberadaan Inggris tidak bertahan lama di Indonesia. Belanda kembali memegang kekuasaan. 
Di negara Belanda kaum Liberal memperoleh kemenangan di parlemen. Hal ini menyebabkan beberapa perubahan, seperti adanya penghapusan tanam paksa, diterimanya UU komtabilitas, diterimanya UU Agraria. Akan tetapi, pelaksanaannya di Indonesia tidak sesuai dengan yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan beberapa pemberontakan di daerah-daerah seperti perang Diponegoro (1825-1830), perang Paderi (1821-1830), perang Aceh (1837-1904), perang Batak (1878-1907), dan perang Bali (1914-1849).

2. Kecenderungan Penyelenggaraan Pendidikan
Kecenderungan penyelenggaraan pendidikan masa kolonial Belanda terlihat bahwa pendidikan Islam dibiarkan berkembang. Sistem pendidikannya ada yang tetap menggunakan sistem lama yaitu pengajian Alquran, tetapi ada juga yang mengalami pembaharuan seperti bentuk pesantren modern (pondok pesantren Tebuireng dan Gontor). Selain itu, Belanda juga mendirikan sekolah-sekolah agama.
Penyelenggaraan pendidikan untuk Bumiputera didasarkan pada aliran liberalisme yang menginginkan adanya sifat netral dalam agama, sehingga pendidikan agama tidak diberikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan ini juga terdapat politik diskriminasi yang membedakan antara pribumi dengan Eropa. Umumnya, pembukaan sekolah-sekolah dan perluasannya lebih banyak didorong oleh kebutuhan praktis yang berkaitan dengan pekerjaan dan pemenuhan tenaga kerja (pegawai negeri).
Sistem persekolahan sebelum abad ke-19 dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. sekolah dasar dan lanjutan untuk golongan penduduk Eropa,
b. sekolah dasar negeri dan sekolah raja untuk golongan penduduk Bumiputera, dan
c. sekolah kejuruan yang dapat diikuti oleh golongan Eropa dan Bumiputera.
            Pendidikan setelah abad ke-19 didasarkan pada landasan liberalisme kapitalistik, perluasan pendidikan Bumiputera yang diselaraskan dengan kepentingan penanaman modal terutama para kapitalis Belanda. Tujuan pendidikan pada masa ini sama dengan tujuan sebelumnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan praktis yang berkaitan dengan pekerjaan dan pemenuhan tenaga kerja (pegawai negeri menengah dan rendah). Sistem persekolahan dibagi menjadi 2, yaitu:
a.   tiga jenjang pendidikan: pendidikan rendah, pendidikan lanjutan, dan pendidikan tinggi.
b.   pendidikan rendah: sekolah Eropa dan sekolah Bumiputera.

C. Pendidikan Militer Jepang
Jepang datang ke Indonesia dengan membawa semboyan “Kemakmuran Bersama, Asia untuk Asia.” Mulanya Jepang disambut dengan gembira oleh bangsa Indonesia karena dianggap penyelamat. Hal ini dapat dilihat dari kesediaan bangsa Indonesia membantu Jepang dalam memenangkan perang Asia Timur Raya.
Hal-hal yang dilakukan Jepang selama pendudukannya di Indonesia adalah (1) membentuk gerakan Tiga A (Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon Pemimpin Asia), (2) pengembangan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, serta (3) pergerakan tenaga rakyat dan sumber bukan manusia secara paksa.

1. Penyelenggaraan pendidikan pada masa Jepang.
a.   Pendidikan dilaksanakan atas dasar idiil Hakko-Ichi-U. Pendidikan adalah alat untuk mencapai Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Secara praktis, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil dan prajurit perang.
b.   Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar resmi dalam pendidikan, sedangkan bahasa Jepang dijadikan bahasa kedua. Keberadaan bahasa Belanda dianggap terlarang.
c.   Tidak adanya perbedaan dalam pelayanan pendidikan.

2. Jenis Persekolahan pada masa Jepang.
a.   Sekolah Rendah (sekolah rakyat) selama 6 tahun.
b.   Sekolah Pelajaran dan Sekolah Pelajaran Tinggi.
c.   Sekolah Tinggi Pamong Praja dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan.

3. Pembinaan Guru
a.   Indoktrinasi mental idealogis mengenai Hakko-Ichi-U.
b.   Latihan kemiliteran dan semangat Jepang.
c.   Pendidikan sejarah dan bahasa Jepang beserta adat istiadatnya.
d.   Pendidikan ilmu bumi yang ditinjau dari segi geopolitik.
e.   Olahraga, lagu-lagu, dan nyanyian Jepang.
4. Pembinaan Siswa
a.   Setiap pagi menyanyikan lagu kebangsaan Jepang.
b.   Setiap pagi mengibarkan bendera Jepang dan menghormat pada kaisar Jepang.
c.   Mengucap sumpah setia kepada cita-cita Indonesia.
d.   Senam untuk memelihara semangat Jepang.
e.   Latihan fisik dan militer.
f.    Kerja bakti membersihkan lingkungan.
g.   Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, bahasa Jepang sebagai bahasa wajib, dan bahasa daerah untuk Sekolah Rakyat 1 dan 2.

Perintis Sistem Pendidikan di Indonesia
a. Pergerakan Politik
Budi Utomo
Budi Utomo didirikan 20 Mei 1908 oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia menganjurkan pentingnya perluasan pendidikan bagi rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan perkumpulan ini yaitu untuk mencapai kemajuan yang selaras bagi negeri dan bangsa, terutama memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan.

Sarekat Islam
Organisasi ini didirikan oleh H. Samanhudi pada akhir 1911 yang mulanya bernama sarekat dagang Islam. Tujuan dari Sarekat Islam adalah memajukan semangat dagang bangsa Indonesia, memajukan kecerdasan rakyat, dan hidup menurut perintah agama Islam, menghilangkan paham-paham yang keliru tentang agama Islam.

De Indische Partij
Organisasi ini didirikan oleh Dr. E.F.E. Douwes Dekker pada tanggal 6 September 1912. tujuannya adalah Indie merdeka; dasarnya: Nationaal Indisch; semboyan: Indie untuk Indie, berusaha membangkitkan rasa cinta tanah air dari semua Indie, berusaha mewujudkan kerja sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan kemerdekaan.

Partai Indonesia Merdeka
Didirikan di Bandung, 4 Juli 1927 yang digerakkan oleh Algemene Studie-club Bandung dipimpin oleh Sukarno. Partai ini bercita-cita Indonesia merdeka dengan melakukan aksi non-kooperatif, dan terbuka untuk semua golongan. Partai ini memiliki program politik, ekonomi, dan sosial. Program sosialnya berupa: memajukan pengajaran yang bersifat kebangsaan, memperbaiki kedudukan kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan perpindahan ke lain pulau Indonesia, mendirikan dan menyokong perkumpulan-perkumpulan sekerja, memajukan kesehatan rakyat, dan membasmi penghisapan madat serta peminum alkohol.

b. Pergerakan Keagamaan
Muhammadiyah
Didirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Akhmad Dahlan. Salah satu cita-citanya adalah melepaskan agama Islam dari adat kebiasaan yang jelek, supaya agama Islam dapat menyelaraskan diri dengan perubahan zaman, tetap bersifat muda, dan menghindarkan diri dari kelemahan dan keburukan. Muhammadiyang merupakan organisasi keagamaan yang berasaskan islam, bertujuan untuk memajukan pengajaran ilmu agama, dan hidup menurut peraturan agama Islam. Cara yang ditempuh antara lain (1) mendirikan, memelihara, dan membantu sekolah-sekolah berdasarkna Islam, (2) membahas pasal-pasal ilmu agama Islam, (3) mendirikan dan memelihara mesjid dan langgar. Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan berjasa adalah (1) Kwekschool Muhammadiyah, Yogya; (2) Mu’allimat Muhammadiyah, Solo, Yogya, dan Jakarta; (3) Zu’ama/za’mat, Yogya; (4) Kulliyah Muballighin/Muballighat, Padang Panjang; (5) Tablighschool, Yogya; dan (6) HIK; Muhammadiyah, Yogya.

c. Pergerakan Wanita
R.A. Kartini
Ia merupakan pelopor pergerakan wanita yang pertama. Ia berhasil membuka Sekolah Wanita yang pertama di Indonesia. Gagasan tentang pendidikan antara lain menyatakan: “berilah pendidikan kepada bangsa kita. Berilah pendidikan hati dan pikiran kepada wanita, nanti mereka akan menjadi peserta dalam menunaikan tugas suci, peradaban rakyat kita yang berjuta-juta ini. Berikanlah Ibu-Ibu yang tegas dan bijaksana, maka kemajuan bangsa hanya soal waktu saja.” Secara resmi sekolah yang dicita-citakannya berdiri. Mula-mula siswanya hanya 9 orang dengan materi pelajaran berupa menjahit, menyulam, memasak, dan bahasa Jawa. Sekolah Kartini kemudian didirikan di beberapa daerah seperti Semarang (1912), Jakarta (1913), Malang (1916), Madiun dan Bogor (1914), Cirebon (1916), Rembang (1918), Pekalongan (1917), Indramayu (1918), dan Surabaya (1918).

R. Dewi sartika
Beliau merupakan tokoh wanita dalam dunia pendidikan. Ia membangun sekolah Kautamaan Isteri dengan bantuan dari Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara dan Ibu Uwid. Sekolah ini memiliki 2 kelas dengan jumlah murid mula-mula 20 orang. Yang diajarkan pada sekolah ini sama dengan sekolah-sekolah umum hanya ditambah dengan beberapa keterampilan seperti memasak, mencuci, menyeterika, dan membatik.

d. Perguruan Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara
Nama sebenarnya adalah R.M. Suwardi Suryadiningrat. Pada 3 Juli 1922 mendirikan Perguruan taman Siswa di Jogyakarta. Taman Siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional, dan badan pembangunan masyarakat serta kebudayaan. Ia mengartikan pendidikan sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang memiliki kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup lahiriah dan kebahagiaan dalam hidup batiniah. Cita-cita pendidikan Taman Siswa adalah membangun orang yang berpikir merdeka, ialah manusia yang merdeka lahir dan batin. Jenjang dan jenis pendidikan Taman siswa terbagi menjadi (1) Taman Indria, (2) Taman Anak, (3) Taman Muda, (4) Taman Dewasa, (5) Taman Madya, (6) Taman Sarjana, (7) Taman Guru, dan (8) Taman Karya.

Muhammad Syafei
Muhammad Syafei lahir di sumatera Barat pada tanggal 21 Januari 1896. Ia pernah mengajar di sekolah kartini di Jakarta, dan memasukkan pelajaran pekerjaan tangan sebagai mata pelajaran fakultatif atau pilihan. Muhammad Syafei mendirikan sekolah yang bernama Indnesische nederland School (INS) Kayutanam, Sumetera Barat. Ia mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme, cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk menguasai alam. Fungsi pendidikan menurutnya adalah membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Manusia dan bangsa yang dapat bertahan ialah manusia dan bangsa yang dapat mengikuti perkembangan masyarakat atau zamannya. Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk secara terus-menerus kesempurnaan lahir batin anak agar dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan atau kemajuan. Kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum untuk pendidikan sekolah dasar. Mata pelajaran yang dibahas secara khusus misalnya bahasa Ibu, menggambar, membersihkan sekolah, berkebun, bermain-main, standen, pertandingan, pelatihan keindahan, dan pendidikan sosial.   

Perkembangan Pendidikan di Kalimantan Selatan
1.  Madrasah Persatuan Perguruan Islam
Pada abad ke-20 di Kalsel tumbuh dan berkembang madrasah-madrasah dengan sistem klasikal. Madrasah yang berkembang tidak memiliki hubungan antaran yang satu dengan yang lainnya, baik dari segi administratif maupun pengelolaannya. Meski sama-sama sekolah agama, tetapi tidak memiliki keseragaman bentuk dan kurikulum. Oleh karena itu, H. As’ad, H. Mukhtar, dan H. Mansur membentuk Persatuan Perguruan Islam yang bertujuan untuk mengkoordinasikan madrasah-madrasah Islam dan menyeragamkan bentuk serta isi kurikulum yang ada. Pusat Persatuan Perguruan Islam bertempat di Barabai sebagai pelopor, di antaranya Pantai Hambawang, Jatuh, Birayang, Kandangan, Amuntai, Banjarmasin, dan lain-lain. Tingkatan pendidikannya terbagi menjadi tingkat Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Yang dipelajari adalah ilmu agama dan ilmu pendidikan umum dengan cara mengajar sistem guru vak (guru pemegang pelajaran) guru diberi wewenang untuk memegang mata pelajaran yang disenanginya.


2. Madrasah Sarekat Islam
Sarekat Islam berdiri di Banjarmasin tahun 1914 dan mendapat pengakuan hukum. Tokohnya adalah H.M. Arif, seorang pedagang asal Marabahan. Sarekat Islam mendirikan sekolah lima tahun yang diberi nama Hadhihil Al Madrastul wathoniah dengan memberi pengajaran ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Pengajarnya antara lain H.M. Said, Said Idrus, Syekh Mohammad bin Amir, H. Makhmud, M. Ideham, M. Pasi, H. Anang Akhmad, H. Abd. Syukur, dan H. Hamsyah.

3. Sekolah Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan di Banjarmasin tahun 1930 dengan cabang-cabangnya di Kal-sel hingga ke pesisir timur Sumatera. Kegiatan bidang pendidikan yang terkenal adalah madrasyah Musyawaratuttalibin yang tertinggi setingkat dengan tsanawiyah. Tokohnya adalah H. Mahyudin. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Arab, Belanda, dan Inggris. Untuk mata pelajaran umum dipakai kurikulum yang mengacu pada pesantren Gontor dengan sistem guru vak.
4. Taman Siswa
Di Kalsel Taman Siswa mendapat dorongan dari H.M. Arif, tokoh Sarekat Islam. Cikal berdirinya Taman Siswa bermula dari Particutiere Hollands Inlandse School (PHIS) atau HIS swasta pada tahun 1929 yang didirikan pemuda Marabahan. Mula-mula dipelopori dan diajar oleh Marjuna. Tanggal 1 Januari 1931 atas persetujuan bersama ditetapkan bahwa PHIS dijadikan Taman Siswa cabang Marabahan. Taman Siswa menyelenggarakan pendidikan setingkat Taman Muda/pendidikan kelas 4-6 untuk anak usia 10-13 tahun, tapi orang dewasa juga dapat mengikuti pendidikan yang dikelola Taman Siswa pada sore hari.

5. Perguruan Rakyat Parindra
Cabang Partai Indonesia Raya berdiri tahun 1935 yang dipimpin oleh Merah Djohansyah, pembentuk Perguruan Rakyat Parindra di kandangan, Banjarmasin, barabai, Birayang, dan Amuntai. Akhir 1939 sekolah ini melebur menjadi IHS (Inheemse Hollandse School). Setelah peleburan tersebut, Perguruan Rakyat Parindra menghilang dan kembali ke sekolah sejenis Inlandse school. Jika dulu untuk masuk sekolah Perguruan Rakyat Parindra harus tamat Inlandse school/sederajat, kemudian sekolah ini setingkat dengan SD. Sekolah-sekolah Parindra setingkat Volkschool tersebut juga terdapat di Banjarmasin, Barabai, Birayang, dan Amuntai. Sedangkan sekolah Perguruan Rakyat yang setingkat dengan MULO hanya di kandangan, kedudukan Komisaris Daerah Parindra Kalsel.

Tidak ada komentar: