A. Pendahuluan
Aktivitas ujaran sekelompok orang selalu
memperlihatkan aktivitas budaya itu sendiri. Budaya adalah keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, adat, bahasa, teknologi serta kemampuan dan kebiasaan lainnya
yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Hal tersebut diperoleh melalui pewarisan dari
satu generasi ke generasi yang lain melalui tindakan manusia dan melalui komunikasi
linguistik. Sedangkan
bahasa merupakan alat pelestarian budaya dalam bentuk ujaran yang memiliki
sistem bermakna secara konvensional. Oleh karena itu, bahasa berperan dalam
mengembangkan budaya. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Tanpa bahasa, budaya
tidak dapat berkembang. Tanpa budaya, bahasa tidak ada.
Salah satu kegiatan yang memperlihatkan bahasa sebagai
praktik budaya adalah kegiatan jual-beli di pasar tradisional. Pasar
tradisional yang memperlihatkan kekhasan budaya terdapat di Kalimantan Selatan,
salah satunya “Pasar Terapung” di desa
Lok Baintan. Pasar terapung adalah tempat terjadinya atau bertemunya penjual
dan pembeli di atas air (sungai) dengan media jukung atau kelotok.
Kegiatan di “Pasar Terapung” tidak lepas dari ciri
khas budaya Banjar yang identik dengan budaya sungai. Oleh karena itu, di
daerah Banjar terkenal dengan daerah “Seribu Sungai”. Hal ini didasarkan oleh latar
belakang daerah yang didominasi oleh sungai dan rawa. Akan tetapi,
berkembangnya zaman mulai mempersempit kehadiran sungai di tengah-tengah
masyarakat Banjar. Transportasi yang dulu hanya menggunakan jukung, sekarang
telah dimodernisasi dengan kehadiran kelotok, hingga alat-alat lainnya. Akan
tetapi, di tengah-tengah modernisasi zaman, masih ada masyarakat yang mempertahankan
budaya sungai sebagai budaya urang Banjar. Salah satunya adalah kegiatan Pasar
terapung di daerah Lok Baintan.
Pasar Terapung yang terdapat di Lok Baintan tidak
berbeda jauh dengan Pasar Terapung di daerah Kuin. Yang membedakan keduanya
adalah posisi kegiatan. Di Pasar Terapung daerah Kuin memperlihatkan posisi
penjual dan pembeli memusat dalam satu tempat. Sedangkan Pasar Terapung di
daerah Lok Baintan, posisinya tidak memusat, melainkan mengikuti arus pasang
sungai. Dengan demikian, transaksi dapat terjadi di sepanjang sungai tersebut
hingga sungai surut. Selain itu, perbedaan yang tampak adalah penggunaan topi
besar yang menutupi kepala mereka, yaitu tangui. Tangui ini hanya digunakan
oleh pedagang Pasar Terapung di Lok Baintan.
Pasar Terapung di Lok Baintan erat kaitannya dengan
budaya. Salah satu praktik budaya yang diamati adalah transaksi jual-beli yang
memanfaatkan bahasa sebagai media komunikasinya. Berdasarkan hal tersebut, fokus
kegiatan ini diarahkan untuk mencari jawaban beberapa rumusan, antara lain:
1. Bagaimanakah masyarakat Pasar Terapung di Lok
Baintan?
2. Bagaimanakah praktik budaya yang terlihat dari
penggunaan bahasa yang khas pada transaksi Pasar Terapung di Lok Baintan?
3. Bagaimanakah struktur linguistik yang terdapat
pada transaksi Pasar Terapung di Lok Baintan?
B. Masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan
Masyarakat Pasar Terapung adalah masyarakat yang
identik kehidupan dipengaruhi oleh sungai. Oleh karena itu, mata pencarian
mereka juga tidak jauh dengan pemanfaatan sungai, misalnya perdagangan di atas
sungai yang dikenal dengan Pasar Terapung.
Pasar terapung lebih banyak menggunakan jukung,
sejenis perahu kecil yang dikayuh. Sedangkan sebagian kecilnya memanfaatkan
kelotok, sejenis perahu yang agak besar dengan menggunakan mesin penggerak
(motor).
Pasar Terapung di Lok Baintan terdapat di tepian
Sungai Martapura. Pasar tersebut dapat dicapai dari pusat kota melalui dua
jalur, yaitu jalur darat dan jalur sungai. Jalur darat dapat memanfaatkan alat
transportasi mulai dari kendaraan roda dua hingga roda empat. Sedangkan jalur
sungai dapat menggunakan kelotok (perahu bermotor). Dilihat dari segi
kenyamanan dalam menempuh tempat tersebut adalah melalui jalur sungai karena
semua sungai merupakan satu jalur dengan sungai besar, yaitu sungai Martapura.
Sedangkan pilihan jalur darat dapat berisiko pada ketidaknyamanan akibat
jalanya yang berliku dan kondisi jalan yang kurang baik.
Aktivitas Pasar Terapung sudah terlihat sejak pukul
05.30 Wita sampai dengan 11.00 Wita. Hal ini dilatabelakangi oleh religiusitas
masyarakat setempat yang didominasi oleh Islam. Oleh karena itu, mereka memulai
kegiatan setelah salat Subuh.
Selain kegiatan jual-beli yang dilatarbelakangi oleh
religiusitas, pakaian yang mereka kenakan pun juga memperlihatkan hal tersebut.
Mereka menggunakan pakaian sopan sejenis dastar dengan lengan panjang dan
menggunakan kerudung maupun selendang untuk menutupi kepala, serta topi khas
besar. Dan, hal unik lainnya dari penampilan mereka yaitu menggunakan pupur
dingin di wajah, tangan, dan kaki. Pupur dingin merupakan sejenis bedak
tradisional yang mereka buat sendiri, biasanya terbuat dari beras. Pupur dingin
tersebut digunakan untuk melindungi kulit mereka dari sinar matahari yang
menyengat.
Dagangan yang diperjualbelikan di pasar terapung
antara lain:
1. sayur-sayuran (daun singkong, ubi talas,
kelakai, sulur, kembang tigaron, dll)
2. buah-buahan (pisang, limau, ketapi, mangga, nangka
kulanda, rambutan, sawu, dll)
3. beras (siam unus, siam biasa, siam mutiara,
pandang)
4. ikan (tauman, peda, lajang, pindang, saluang,
dll)
5. udang (udang galah, udang biasa)
6. telur (intalu itik, intalu ayam)
7. makanan tradisional (soto banjar, nasi sop,
petas, jaring, nasi pundut, bingka, bingka barandam, serabi, kokoleh, dll)
8. tanaman (lombok sekumpul, dll)
9. alat-alat dapur (dapuran, rinjing, panci, suk
rinjing, wancuh, dll)
10. pakaian
(dastar, pakaian dalam, dll)
11. kosmetik
(pupur dingin, pupur bangkal, pupur bingkuang, dan alat kosmetik modern
lainnya.
Tata cara jual beli yang berlangsung di Pasar Terapung
di Lok Baintan terjadi antara penjual dan pembeli, serta penjual dan penjual.
Kelotok-kelotok pembeli yang menuju Pasar Terapung akan segera disambangi
(didekati) oleh penjual yang mayoritas adalah kaum perempuan. Mereka melakukan
jual-beli tanpa meniadakan sariat Islam. Hal ini terlihat pada tata cara
jual-beli yang melakukan akad/ucapan tukar
(beli) dan jual di akhir transaksi.
C. Bahasa pada Masyarakat Pasar Terapung di Lok
Baintan
Bahasa merupakan pengembang dan pelestari budaya yang
menjadi ciri khas. Bahasa digunakan sebagai media penyampai informasi untuk
kegiatan sehari-hari. Tanpa bahasa, seseorang akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Keberadaan bahasa pada masyarakat Pasar Terapung Lok
Baintan memang sangat penting untuk menunjang mereka dalam melakukan transaksi
jual-beli. Bahasa yang digunakan masyarakat tersebut didominasi oleh bahasa
Banjar karena mereka adalah masyarakat Banjar. Selain bahasa Banjar, sulit
ditemukan bahasa lainnya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan bahasa Banjar
sebagai lingua franca. Oleh karena itu, kehidupan mereka sehari-hari hanya
menggunakan bahasa Banjar. Meskipun mereka terkadang seperti memaksakan untuk
berbahasa Indonesia maupun Jawa, tetap saja dialek dan lagu bicara mereka
memperlihatkan bahasa Banjar. Hal tersebut dilakukan mereka sebagai upaya untuk
memahami bahasa para pengunjung (berbagai daerah di Indonesia hingga luar
negeri) yang datang ke sana. Dengan demikian, perubahan bahasa Banjar di daerah
Lok Baintan sangat minim sekali oleh pengaruh dari luar.
Bahasa Banjar
adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan di wilayah Kalimantan Selatan. Bahasa
Banjar merupakan anak cabang dari bahasa
Melayu. Asal bahasa ini dari propinsi
Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar, Kandangan,
Amuntai, Alabiu, Kalua, Alai dan lain-lain.
Bahasa Banjar dapat dibedakan menjadi bahasa Banjar dialek Hulu dan bahasa
Banjar dialek Kuala. Hal tersebut dibedakan berdasarkan wilayah penyebaran
bahasa. Bahasa Banjar Hulu meliputi daerah Tapin, Hulu Sungai
Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan
Tabalong. Sedangkan bahasa Banjar
Kuala terdapat di wilayah Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Martapura, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru.
Bahasa Banjar yang digunakan oleh masyarakat Pasar
Terapung di Lok Baintan adalah Bahasa Banjar Dialek Kuala. Hal ini disebabkan
oleh wilayah Lok Baintan yang menjadi bagian daerah kuala, yaitu daerah
kabupaten Banjar, Martapura.
Kekhasan pada bahasa Banjar masyarakat sekitar Pasar
Terapung di Lok Baintan adalah keaslian bahasa Banjar. Keaslian bahasa Banjar
yang digunakan oleh pedagang di Pasar Terapung terlihat ketika masih
digunakannya bahasa Banjar arkais.
Pembeli : Hadang dulu kami nah. Supaya dilajari cara
manananam tadi apa asalnya.
(tunggu kami sebentar, supaya
diajarkan cara menanam tadi, dari mana asalnya)
Pedagang : Nang ini kah? Biji.
(ini ya? Ini biji)
Pembeli : Bijinya diapai?
(bijinya diapakan?
Pedagang : Ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak
modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan
ini nah.
(ditanam di sini, di tempat
ini, disemai seperti itu, baru ia hidup, baru disimpuk dengan akar eceng gondok, disimpuk dengan ini.
Pembeli : Nih tanah lah ni?
(ini tanah lah)
Pedagang : Ini akar ilung.
(ini akar eceng gondok)
Pembeli : Simpuk artinya apa tuh?
(simpuk artinya apa?)
Pedagang : Bah dianu dituyuki akar ini, paham lah?
(ditumpuk dengan akar ini,
paham lah?)
---
Pembeli 1 : Cil ini kena dipindah kawa lah?
(Bi,
ini nanti dipindah bisa?)
Pedagang : Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah,
inya kalau wadahnya ganal kena jambar banar.
(ini
bisa di baskom, baskom yang pecah-pecah, ia kalau tempatnya besar, nanti sangat
jambar)
Pembeli 1 : Jambar
lah?
(jambar?)
Pedagang : Iih
jambar.
(iya, jambar)
Pembeli 2 : Jambar
tu apa cil?
(jambar itu apa, Bi?)
Pembeli 1 : Jambar
tu banyak cabang.
(jambar itu banyak cabangnya)
Pedagang : Jambar
tu baganal ngarannya. Sambatan kita di sini.
(jambar itu besar namanya. Sebutan kita
di sini)
Pembeli 2 : ooo, inggih.
(ooo,
iya)
Bahasa
Banjar arkais masih terlihat dari penggunaan kosakata seperti simpuk. Pengertian simpuk diterjemahkan oleh pedagang dengan memberikan sinonim
terhadap kosakata tersebut. Simpuk
memiliki sinonim dengan tuyuk yang
berarti tumpuk. Kosakata tersebut, tidak semua orang dapat memahaminya, bahkan
pada kamus Banjar-Indonesia, baik yang offline
maupun online, baik terbitan dulu
maupun yang terbaru, kosakata tersebut masih belum dimasukkan. Sedangkan
kosakata jambar merupakan kosakata
yang khas, yang hanya dimiliki oleh bahasa Banjar dialek Kuala. Kosakata ini
memang termasuk lama dan penggunaannya sudah semakin sedikit. Akibatnya, hanya
beberapa orang saja yang memahami kosakata tersebut, meskipun kosakata itu
telah dimasukan ke dalam Kamus Bahasa Banjar.
Kekhasan
bahasa Banjar dalam penggunaan kosakata arkais menjadikan daerah perdagangan di
Pasar Terapung Lok Baintan sangat lekat dengan budaya. Budaya berbahasa asli
yang masih belum terkikis oleh perubahan yang keluar dan masuk dalam suatu
wilayah tidak menjadi ancaman selama pengguna bahasa masih memakai bahasa
tersebut. Dengan demikian, pantaslah jika disebut bahasa memperlihatkan budaya.
Bahasa yang masih terjaga berarti budaya setempat masih terjaga pula. Budaya
nenek moyang yang memanfaatkan daerah sungai untuk kehidupan, mulai dari
perdagangan di atas sungai hingga keberadaan rumah-rumah yang mengapung di
pinggiran sungai. Semua peninggalan dan tata cara kehidupan yang masih terjaga
dan dipelihara secara turun-temurun oleh masyarakat setempat, masyarakat Pasar
Terapung Lok Baintan.
D. Struktur Linguistik Masyarakat Pasar Terapung di
Lok Baintan
Bahasa
adalah ujaran bermakna yang tersusun oleh sistem dari masyarakat yang digunakan
untuk berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Sebagai ujaran yang bermakna,
bahasa memiliki sistem yang secara konvensional telah dibentuk oleh masyarakat
pemakai bahasa. Sistem tersebut meliputi tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, dan wacana.
1. Fonologi
Ciri
khas bahasa Banjar pada masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan sangat
terlihat pada sistem bunyinya, yaitu sistem fonologi. Hal ini terlihat, baik
dari segi kosakatanya yang berbeda, penyukuan kosakata, dan penekanan fonem. Berikut
adalah tabel distribusi bahasa Banjar yang didasarkan pada pendistribusian
vokal, diftong, dan konsonan.
Tabel
1.
Distribusi
Vokal dan Konsonan Bahasa Banjar
No.
|
Simbol
Fonetis
|
Ejaan
|
Contoh Pemakaian dalam Tiga Posisi
|
||
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
|||
1.
|
[a]
|
a
|
anyar:
baru
|
jambar: rimbun
|
inya: ia,
dia
|
2.
|
[i]
|
i
|
ilung:eceng
gondok
|
biskum:
baskom
|
wasi:
besi
|
3.
|
[u]
|
u
|
uyuh:
lelah
|
tuhuk:
sering
|
balu:
janda
|
4.
|
[o]
|
o
|
omeh:
cerewet
|
sarobong:tenda
|
soto:
soto
|
5.
|
[ẽ]
|
e
|
engken:
pelit
|
bengkeng:
cantik
|
sate:sate
|
6.
|
[au]
|
aw
|
Ø
|
saurangan:
sendiri
|
jagau:
jago
|
7.
|
[ai]
|
ay
|
Ø
|
saitan:
setan
|
halai:
helai
|
8.
|
[ui]
|
uy
|
Ø
|
Ø
|
tutuy:
hantam
|
9.
|
[p]
|
p
|
pacah:
pecah
|
japai:
sentuh
|
hangkup:bentur
|
10.
|
[b]
|
b
|
bahaman:geraham
|
kibit:
cubit
|
Ø
|
11.
|
[t]
|
t
|
tuyuk:
tumpuk
|
hanta:
payau
|
harit:
menderita
|
12.
|
[d]
|
d
|
darau:
serentak
|
adangan:
kerbau
|
Ø
|
13.
|
[c]
|
c
|
caur:
kacau
|
acil:
bibi
|
Ø
|
14.
|
[j]
|
j
|
jalawat:ikan
jelawat
|
katuju:
suka
|
Ø
|
15.
|
[k]
|
k
|
kawa:
bisa
|
mukung:cembung
|
kuciak:
teriak
|
16.
|
[g]
|
g
|
ganal:
besar
|
bagah:kenyang
air
|
Ø
|
17.
|
[m]
|
m
|
muak:
muntah
|
mumuk:
remuk
|
banam:
bakar
|
18.
|
[n]
|
n
|
nahap:
mantap
|
pinandu:
kenal
|
hakun:
mau
|
19.
|
[ᵑ]
|
ng
|
ngaran:
nama
|
bungsal:tersembul
|
kujihing:tawa
|
20.
|
[ń]
|
ny
|
nyanyat:
ketagihan
|
lenyak:
lembek
|
Ø
|
21.
|
[s]
|
s
|
simpuk:
tumpuk
|
wisa:
racun
|
jimus:
basah
|
22.
|
[h]
|
h
|
hantup:
bentur
|
muha:
muka
|
saharah:
peti
|
23.
|
[l]
|
l
|
likat:
pekat
|
lilit:
ikat
|
ambul:
kukus
|
24.
|
[r]
|
r
|
ranai:
diam
|
jarang:
rebus
|
cagar:
bakal
|
25.
|
[w]
|
w
|
wadah:
tempat
|
salawar:
celana
|
Ø
|
26.
|
[y]
|
y
|
yaksa:
raksasa
|
muyak:
bosan
|
Ø
|
Berdasarkan
tabel 1. terlihat bahwa kosakata bahasa Banjar terdiri dari vokal, diftong, dan
konsonan. Vokal bahasa Banjar terdiri dari 5 fonem. Diftong bahasa Banjar
terdiri dari 3 fonem. Sedangkan konsonan terdiri dari 18 fonem. Keseluruhan
fonem dapat berdistribusi dalm 3 posisi, kecuali [au], [ai], dan [ui] yang
tidak dapat berdistribusi di posisi awal kosakata. Fonem [ui] yang tidak dapat
berdistribusi di tengah kata. Sedangkan fonem yang tidak dapat berdistribusi di
akhir kosakata adalah [b], [d], [c], [j], [g], [ń], [w], dan [y].
Kosakata
yang terdapat pendistribusian fonem pada tabel 1 dapat diklasifikasikan kembali
berdasarkan suku katanya yang meliputi:
a) suku dua
misalnya:
a-nyar
i-lung
u-yuh
o-meh
eng-ken
pa-cah
b) suku tiga
misalnya:
sa-ro-bong
sau-ra-ngan
ba-ha-man
a-da-ngan
ja-la-wat
ka-tu-ju
Penekanan
kata pada bahasa Banjar terletak pada suka kata kedua dari belakang. Hal ini
terdengar ketika terjadi percakapan seperti kutipan berikut:
Pembeli : Bijinya diapai?
(bijinya diapakan?
Pedagang : Ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak
modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan
ini nah.
(ditanam di sini, di tempat
ini, disemai seperti itu, baru ia hidup, baru disimpuk dengan akar eceng gondok, disimpuk dengan ini.
Tuturan
bijinya diapai dituturkan dengan cara
menekan tiap kata pada suku kata kedua dari belakang. Oleh karena itu, tuturannya
menjadi bij-ji-nya di-ap-pa-i. Sama halnya dengan tuturan kedua ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak
modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan
ini nah. Tuturan tersebut dilafalkan sebagai berikut dit-ta-nam di sin-ni, di wad-dah-nya sin-ni dil-lam-bak mo-del-lan nya,
any-nyar iny-nya hid-dup am, any-nyar dis-sim-puk wan ak-kar il-lung, dis-sim-puk
wan in-ni nah.
2. Morfologi
Proses
pembentukan kata bahasa Banjar pada masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan
terlihat pada afiksasi, reduplikasi, dan kata majemuk. Afiksasi terlihat pada
pemberian imbuhan di awal/prefiks (di-tanam,
ba-ganal), imbuhan di akhir/sufiks
(banam-i), pemberian imbuhan
serentak/konfiks (di-apa-i). Reduplikasi bahasa Banjar terlihat pada
pengulangan kosakata secara penuh (misalnya: pacah-pacah), pengulangan berimbuhan (bakuciak-kuciak). Sedangkan pada pembentukan kata majemuk terdapat
pada akar ilung. Selain adanya afiks,
reduplikasi, dan komposisi, juga terdapat pemberian partikel seperti gin, pang, ja, lah, kah, am, ai.
Kelas
kata yang terdapat pada bahasa Banjar meliputi kata benda (ilung, ngaran, wadah, yaksa, biskom, sarobong, dll), kata sifat (anyar, engken, omeh, ganal, nahap, dll),
kata kerja (darau, hantup, japai, lilit,
banam, dll), kata ganti (acil, galuh, inya, sidin, sini, dll), kata
bilangan (samunyaan, sikit, dll),
kata keterangan (pina), kata depan (di jukung, matan sungai lulut), kata penghubung (wan, lamun, nang, dll), kata
sandang ( si acil), dan kata seru (umai, akai, dll).
3. Sintaksis
Sintaksis
merupakan tataran bahasa yang berkaitan dengan pembentukan kalimat. Untuk
membentuk kalimat, diperlukan unsur-unsur pembentuknya yang meliputi kata,
frasa, dan klausa. Kata merupakan satuan terkecil dalam tataran kalimat. Frasa
adalah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsinya dan
non-predikatif. Sedangkan klausa adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang
berpotensi untuk menjadi kalimat.
Hubungan
antara kalimat, klausa, frasa, dan kata dapat terlihat pada tabel berikut.
Kalimat
|
Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah.
|
||||||
Klausa
|
Ini kawa
di biskom
|
biskom
nang pacah-pacah
|
|||||
Frasa
|
-
|
-
|
di biskom
|
biskom
nang pacah-pacah
|
|||
Kata
|
ini
|
kawa
|
di
|
biskom
|
biskom
|
nang
|
pacah-pacah
|
Kalimat
|
lombok sekumpul namanya.
|
|
|||
Klausa
|
lombok
sekumpul ngarannya
|
||||
Frasa
|
-
|
-
|
ngarannya
|
||
Kata
|
lombok
sekumpul
|
ngaran
|
nya
|
||
Kalimat
|
umpat malihat pang biji rambai nitu!
|
|||||
Klausa
|
umpat
malihat pang biji rambai nitu!
|
|
||||
Frasa
|
umpat
malihat pang
|
biji
rambai nitu
|
||||
Kata
|
umpat
|
malihat
|
pang
|
biji
rambai
|
nitu
|
|
Kalimat
|
Kami kada
malarangi pang.
|
|||
Klausa
|
Kami kada
malarangi pang
|
|||
Frasa
|
-
|
kada
malarangi
|
-
|
|
Kata
|
kami
|
kada
|
malarangi
|
pang
|
Dari
beberapa contoh tersebut terlihat bahwa sebuah kalimat yang dibentuk, tidak
pernah terlepas hubungannya dengan tataran-tataran di bawahnya. Pembedaan
kalimat, klausa, frasa, dan kata yang terdapat pada bahasa Banjar tidak berbeda
jauh dengan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari pengelompokan kelas-kelas
kata yang juga sama dengan kelas kata di bahasa Indonesia. Hal yang menjadi
pembeda adalah kosakatanya. Sistem pembentukan klausa dan frasa pun mirip
dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, penggunaan kalimat-kalimat yang diujarkan
lebih pendek. Hal ini merupakan ciri khas tuturan lisan yang tidak mensyaratkan
penggunaan kalimat dengan fungsi lengkap dan sesuai kaidah yang benar, namun
lebih ditekankan pada keefesienan dalam pemahaman tuturan.
4. Wacana
Wacana
yang disajikan masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan adalah wacana lisan
dalam bentuk transaksi jual-beli. Wacana lisan tersebut melibatkan penjual dan
pembeli dalam berinteraksi, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya
transaksi sesama penjual.
Struktur
wacana yang terdapat pada transaksi jual-beli di Pasar Terapung Lok Baintan
melibatkan inisiasi, respon, dan feedback.
Inisiasi adalah pemicu terjadinya percakapan. Respon adalah tanggapan terhadap
inisiasi. Sedangkan feedback
merupakan umpan balik.
1) Pembeli 1 : Cil ini kena dipindah kawa lah?
(Bi,
ini nanti dipindah bisa?)
2) Pedagang : Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah,
inya kalau wadahnya ganal kena jambar banar.
(ini
bisa di baskom, baskom yang pecah-pecah, ia kalau tempatnya besar, nanti sangat
jambar)
3) Pembeli 1 : Jambar
lah?
(jambar?)
4) Pedagang : Iih
jambar.
(iya, jambar)
5) Pembeli 2 : Jambar
tu apa cil?
(jambar itu apa, Bi?)
6) Pembeli 1 : Jambar
tu banyak cabang.
(jambar itu banyak cabangnya)
7) Pedagang : Jambar
tu baganal ngarannya. Sambatan kita di sini.
(jambar itu besar namanya. Sebutan kita
di sini)
8) Pembeli 2 : ooo, inggih.
(ooo,
iya)
Percakapan
tersebut melibatkan seorang pedagang dengan dua orang pembeli. Pada tuturan
(1), (3), dan (5), berfungsi sebagai inisiasi atau pemicu tuturan yang
difokuskan dalam pembahasan tata cara penanaman lombok sekumpul. Sedangkan
respon diberikan oleh pedagang terhadap tuturan pembeli 1 dan pembeli 2, serta
pembeli 1 terhadap pembeli 2. Hal ini dapat terlihat pada tuturan (2), (4),
(6), dan (7). Feedback atau umpan balik terhadap tanggapan (respon) dari pedagang
dan pembeli 1 diberikan oleh pembeli (2) dengan tuturan (8).
E. Penutup
Bahasa
dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa merupakan alat
pelestari dan pengembang budaya. Sedangkan budaya lebih disikapi sebagai aturan
maupun warisan dari nenek moyang. Tanpa bahasa, budaya akan punah. Demikian
pula sebaliknya, tanpa budaya, bahasa tidak ada.
Masyarakat
Pasar Terapung di Lok Baintan masih memiliki hubungan yang erat dengan budaya
asli Banjar. Hal ini tercermin dengan masih dimanfaatkannya sungai sebagai
tempat membangun rumah, serta media usaha dalam bentuk perdagangan di atas
sungai dengan menggunakan perahu kecil yang bernama jukung. Selain itu,
masyarakat Banjar di daerah Lok Baintan yang erat kaitannya dengan agama Islam,
ikut mewarnai pembentukan karakter masyarakat setempat. Corak budaya Islam
terlihat dari pemanfaatan waktu aktivitas (berdagang) setelah ibadah (Subuh),
pakaian tertutup dengan menggunakan selendang maupun kerudung, serta topi
besar, dan masih diterapkannya sariat Islam dalam transaksi.
Bahasa
yang digunakan masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan didominasi oleh bahasa
Banjar Kuala karena wilayahnya merupakan kawasan bagi masyarakat dengan dialek
kuala. Penggunaan bahasa Banjar pada masyarakat tersebut (pedagang Pasar
Terapung Lok Baintan) masih memperlihatkan keaslian dan pemertahanan bahasa
yang didominasi oleh bahasa Banjar.
Bahasa
Banjar memiliki tataran dalam pembentukan bahasanya. Tataran tersebut meliputi
tataran bunyi (fonologi), tataran pembentukan kata (morfologi), tataran
pembentukan kalimat (sintaksis), dan tataran pembentukan wacana. Keseluruhannya
membentuk sebuah sistem yang saling berkaitan dalam pembentukan makna yang
dapat diterima dalam komunikasi.