Kamis, 01 November 2012

PRAKTIK BUDAYA DALAM KEGIATAN BERBAHASA PADA MASYARAKAT PASAR TERAPUNG DI LOK BAINTAN


A. Pendahuluan
Aktivitas ujaran sekelompok orang selalu memperlihatkan aktivitas budaya itu sendiri. Budaya adalah keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, bahasa, teknologi serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Hal tersebut diperoleh melalui pewarisan dari satu generasi ke generasi yang lain melalui tindakan manusia dan melalui komunikasi linguistik. Sedangkan bahasa merupakan alat pelestarian budaya dalam bentuk ujaran yang memiliki sistem bermakna secara konvensional. Oleh karena itu, bahasa berperan dalam mengembangkan budaya. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Tanpa bahasa, budaya tidak dapat berkembang. Tanpa budaya, bahasa tidak ada.
Salah satu kegiatan yang memperlihatkan bahasa sebagai praktik budaya adalah kegiatan jual-beli di pasar tradisional. Pasar tradisional yang memperlihatkan kekhasan budaya terdapat di Kalimantan Selatan, salah satunya  “Pasar Terapung” di desa Lok Baintan. Pasar terapung adalah tempat terjadinya atau bertemunya penjual dan pembeli di atas air (sungai) dengan media jukung atau kelotok.
Kegiatan di “Pasar Terapung” tidak lepas dari ciri khas budaya Banjar yang identik dengan budaya sungai. Oleh karena itu, di daerah Banjar terkenal dengan daerah “Seribu Sungai”. Hal ini didasarkan oleh latar belakang daerah yang didominasi oleh sungai dan rawa. Akan tetapi, berkembangnya zaman mulai mempersempit kehadiran sungai di tengah-tengah masyarakat Banjar. Transportasi yang dulu hanya menggunakan jukung, sekarang telah dimodernisasi dengan kehadiran kelotok, hingga alat-alat lainnya. Akan tetapi, di tengah-tengah modernisasi zaman, masih ada masyarakat yang mempertahankan budaya sungai sebagai budaya urang Banjar. Salah satunya adalah kegiatan Pasar terapung di daerah Lok Baintan.
Pasar Terapung yang terdapat di Lok Baintan tidak berbeda jauh dengan Pasar Terapung di daerah Kuin. Yang membedakan keduanya adalah posisi kegiatan. Di Pasar Terapung daerah Kuin memperlihatkan posisi penjual dan pembeli memusat dalam satu tempat. Sedangkan Pasar Terapung di daerah Lok Baintan, posisinya tidak memusat, melainkan mengikuti arus pasang sungai. Dengan demikian, transaksi dapat terjadi di sepanjang sungai tersebut hingga sungai surut. Selain itu, perbedaan yang tampak adalah penggunaan topi besar yang menutupi kepala mereka, yaitu tangui. Tangui ini hanya digunakan oleh pedagang Pasar Terapung di Lok Baintan.
Pasar Terapung di Lok Baintan erat kaitannya dengan budaya. Salah satu praktik budaya yang diamati adalah transaksi jual-beli yang memanfaatkan bahasa sebagai media komunikasinya. Berdasarkan hal tersebut, fokus kegiatan ini diarahkan untuk mencari jawaban beberapa rumusan, antara lain:
1. Bagaimanakah masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan?
2. Bagaimanakah praktik budaya yang terlihat dari penggunaan bahasa yang khas pada transaksi Pasar Terapung di Lok Baintan?
3. Bagaimanakah struktur linguistik yang terdapat pada transaksi Pasar Terapung di Lok Baintan?

B. Masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan
Masyarakat Pasar Terapung adalah masyarakat yang identik kehidupan dipengaruhi oleh sungai. Oleh karena itu, mata pencarian mereka juga tidak jauh dengan pemanfaatan sungai, misalnya perdagangan di atas sungai yang dikenal dengan Pasar Terapung.
Pasar terapung lebih banyak menggunakan jukung, sejenis perahu kecil yang dikayuh. Sedangkan sebagian kecilnya memanfaatkan kelotok, sejenis perahu yang agak besar dengan menggunakan mesin penggerak (motor).
Pasar Terapung di Lok Baintan terdapat di tepian Sungai Martapura. Pasar tersebut dapat dicapai dari pusat kota melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan jalur sungai. Jalur darat dapat memanfaatkan alat transportasi mulai dari kendaraan roda dua hingga roda empat. Sedangkan jalur sungai dapat menggunakan kelotok (perahu bermotor). Dilihat dari segi kenyamanan dalam menempuh tempat tersebut adalah melalui jalur sungai karena semua sungai merupakan satu jalur dengan sungai besar, yaitu sungai Martapura. Sedangkan pilihan jalur darat dapat berisiko pada ketidaknyamanan akibat jalanya yang berliku dan kondisi jalan yang kurang baik.
Aktivitas Pasar Terapung sudah terlihat sejak pukul 05.30 Wita sampai dengan 11.00 Wita. Hal ini dilatabelakangi oleh religiusitas masyarakat setempat yang didominasi oleh Islam. Oleh karena itu, mereka memulai kegiatan setelah salat Subuh.
Selain kegiatan jual-beli yang dilatarbelakangi oleh religiusitas, pakaian yang mereka kenakan pun juga memperlihatkan hal tersebut. Mereka menggunakan pakaian sopan sejenis dastar dengan lengan panjang dan menggunakan kerudung maupun selendang untuk menutupi kepala, serta topi khas besar. Dan, hal unik lainnya dari penampilan mereka yaitu menggunakan pupur dingin di wajah, tangan, dan kaki. Pupur dingin merupakan sejenis bedak tradisional yang mereka buat sendiri, biasanya terbuat dari beras. Pupur dingin tersebut digunakan untuk melindungi kulit mereka dari sinar matahari yang menyengat.
Dagangan yang diperjualbelikan di pasar terapung antara lain:
1.    sayur-sayuran (daun singkong, ubi talas, kelakai, sulur, kembang tigaron, dll)
2.    buah-buahan (pisang, limau, ketapi, mangga, nangka kulanda, rambutan, sawu, dll)
3.    beras (siam unus, siam biasa, siam mutiara, pandang)
4.    ikan (tauman, peda, lajang, pindang, saluang, dll)
5.    udang (udang galah, udang biasa)
6.    telur (intalu itik, intalu ayam)
7.    makanan tradisional (soto banjar, nasi sop, petas, jaring, nasi pundut, bingka, bingka barandam, serabi, kokoleh, dll)
8.    tanaman (lombok sekumpul, dll)
9.    alat-alat dapur (dapuran, rinjing, panci, suk rinjing, wancuh, dll)
10. pakaian (dastar, pakaian dalam, dll)
11. kosmetik (pupur dingin, pupur bangkal, pupur bingkuang, dan alat kosmetik modern lainnya.
Tata cara jual beli yang berlangsung di Pasar Terapung di Lok Baintan terjadi antara penjual dan pembeli, serta penjual dan penjual. Kelotok-kelotok pembeli yang menuju Pasar Terapung akan segera disambangi (didekati) oleh penjual yang mayoritas adalah kaum perempuan. Mereka melakukan jual-beli tanpa meniadakan sariat Islam. Hal ini terlihat pada tata cara jual-beli yang melakukan akad/ucapan tukar (beli) dan jual di akhir transaksi.

C. Bahasa pada Masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan
Bahasa merupakan pengembang dan pelestari budaya yang menjadi ciri khas. Bahasa digunakan sebagai media penyampai informasi untuk kegiatan sehari-hari. Tanpa bahasa, seseorang akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Keberadaan bahasa pada masyarakat Pasar Terapung Lok Baintan memang sangat penting untuk menunjang mereka dalam melakukan transaksi jual-beli. Bahasa yang digunakan masyarakat tersebut didominasi oleh bahasa Banjar karena mereka adalah masyarakat Banjar. Selain bahasa Banjar, sulit ditemukan bahasa lainnya. Hal ini disebabkan oleh keberadaan bahasa Banjar sebagai lingua franca. Oleh karena itu, kehidupan mereka sehari-hari hanya menggunakan bahasa Banjar. Meskipun mereka terkadang seperti memaksakan untuk berbahasa Indonesia maupun Jawa, tetap saja dialek dan lagu bicara mereka memperlihatkan bahasa Banjar. Hal tersebut dilakukan mereka sebagai upaya untuk memahami bahasa para pengunjung (berbagai daerah di Indonesia hingga luar negeri) yang datang ke sana. Dengan demikian, perubahan bahasa Banjar di daerah Lok Baintan sangat minim sekali oleh pengaruh dari luar.
Bahasa Banjar adalah sebuah bahasa Austronesia yang dipertuturkan di wilayah Kalimantan Selatan. Bahasa Banjar merupakan anak cabang dari bahasa Melayu. Asal bahasa ini dari propinsi Kalimantan Selatan yang terbagi atas Banjar, Kandangan, Amuntai, Alabiu, Kalua, Alai dan lain-lain.
Bahasa Banjar dapat dibedakan menjadi bahasa Banjar dialek Hulu dan bahasa Banjar dialek Kuala. Hal tersebut dibedakan berdasarkan wilayah penyebaran bahasa. Bahasa Banjar Hulu meliputi daerah Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong. Sedangkan bahasa Banjar Kuala terdapat di wilayah Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Martapura, serta kota Banjarmasin dan Banjarbaru.
Bahasa Banjar yang digunakan oleh masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan adalah Bahasa Banjar Dialek Kuala. Hal ini disebabkan oleh wilayah Lok Baintan yang menjadi bagian daerah kuala, yaitu daerah kabupaten Banjar, Martapura.
Kekhasan pada bahasa Banjar masyarakat sekitar Pasar Terapung di Lok Baintan adalah keaslian bahasa Banjar. Keaslian bahasa Banjar yang digunakan oleh pedagang di Pasar Terapung terlihat ketika masih digunakannya bahasa Banjar arkais.

Pembeli    : Hadang dulu kami nah. Supaya dilajari cara manananam tadi apa asalnya.
                   (tunggu kami sebentar, supaya diajarkan cara menanam tadi, dari mana asalnya)
Pedagang : Nang ini kah? Biji.
                   (ini ya? Ini biji)
Pembeli    : Bijinya diapai?
                   (bijinya diapakan?
Pedagang : Ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan ini nah.
                   (ditanam di sini, di tempat ini, disemai seperti itu, baru ia hidup, baru disimpuk dengan akar eceng gondok, disimpuk dengan ini.
Pembeli    : Nih tanah lah  ni?
                   (ini tanah lah)
Pedagang : Ini akar ilung.
                   (ini akar eceng gondok)
Pembeli    : Simpuk artinya apa tuh?
                   (simpuk artinya apa?)
Pedagang : Bah dianu dituyuki akar ini, paham lah?
                   (ditumpuk dengan akar ini, paham lah?)
---

          Pembeli 1 : Cil ini kena dipindah kawa lah?
                            (Bi, ini nanti dipindah bisa?)
          Pedagang : Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah, inya kalau wadahnya ganal kena jambar banar.
                            (ini bisa di baskom, baskom yang pecah-pecah, ia kalau tempatnya besar, nanti sangat jambar)
          Pembeli 1 : Jambar lah?
                            (jambar?)
          Pedagang : Iih jambar.
                            (iya, jambar)
          Pembeli 2 : Jambar tu apa cil?
                            (jambar itu apa, Bi?)
          Pembeli 1 : Jambar tu banyak cabang.
                            (jambar itu banyak cabangnya)
          Pedagang : Jambar tu baganal ngarannya. Sambatan kita di sini.
                            (jambar itu besar namanya. Sebutan kita di sini)
          Pembeli 2 : ooo, inggih.
                            (ooo, iya)


Bahasa Banjar arkais masih terlihat dari penggunaan kosakata seperti simpuk. Pengertian simpuk diterjemahkan oleh pedagang dengan memberikan sinonim terhadap kosakata tersebut. Simpuk memiliki sinonim dengan tuyuk yang berarti tumpuk. Kosakata tersebut, tidak semua orang dapat memahaminya, bahkan pada kamus Banjar-Indonesia, baik yang offline maupun online, baik terbitan dulu maupun yang terbaru, kosakata tersebut masih belum dimasukkan. Sedangkan kosakata jambar merupakan kosakata yang khas, yang hanya dimiliki oleh bahasa Banjar dialek Kuala. Kosakata ini memang termasuk lama dan penggunaannya sudah semakin sedikit. Akibatnya, hanya beberapa orang saja yang memahami kosakata tersebut, meskipun kosakata itu telah dimasukan ke dalam Kamus Bahasa Banjar.
Kekhasan bahasa Banjar dalam penggunaan kosakata arkais menjadikan daerah perdagangan di Pasar Terapung Lok Baintan sangat lekat dengan budaya. Budaya berbahasa asli yang masih belum terkikis oleh perubahan yang keluar dan masuk dalam suatu wilayah tidak menjadi ancaman selama pengguna bahasa masih memakai bahasa tersebut. Dengan demikian, pantaslah jika disebut bahasa memperlihatkan budaya. Bahasa yang masih terjaga berarti budaya setempat masih terjaga pula. Budaya nenek moyang yang memanfaatkan daerah sungai untuk kehidupan, mulai dari perdagangan di atas sungai hingga keberadaan rumah-rumah yang mengapung di pinggiran sungai. Semua peninggalan dan tata cara kehidupan yang masih terjaga dan dipelihara secara turun-temurun oleh masyarakat setempat, masyarakat Pasar Terapung Lok Baintan.

D. Struktur Linguistik Masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan
Bahasa adalah ujaran bermakna yang tersusun oleh sistem dari masyarakat yang digunakan untuk berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Sebagai ujaran yang bermakna, bahasa memiliki sistem yang secara konvensional telah dibentuk oleh masyarakat pemakai bahasa. Sistem tersebut meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan wacana.

1. Fonologi
Ciri khas bahasa Banjar pada masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan sangat terlihat pada sistem bunyinya, yaitu sistem fonologi. Hal ini terlihat, baik dari segi kosakatanya yang berbeda, penyukuan kosakata, dan penekanan fonem. Berikut adalah tabel distribusi bahasa Banjar yang didasarkan pada pendistribusian vokal, diftong, dan konsonan.

Tabel 1.
Distribusi Vokal dan Konsonan Bahasa Banjar

No.
Simbol
Fonetis
Ejaan
Contoh Pemakaian dalam Tiga Posisi
Awal
Tengah
Akhir
1.
[a]
a
anyar: baru
jambar: rimbun
inya: ia, dia
2.
[i]
i
ilung:eceng gondok
biskum: baskom
wasi: besi
3.
[u]
u
uyuh: lelah
tuhuk: sering
balu: janda
4.
[o]
o
omeh: cerewet
sarobong:tenda
soto: soto
5.
[ẽ]
e
engken: pelit
bengkeng: cantik
sate:sate
6.
[au]
aw
Ø
saurangan: sendiri
jagau: jago
7.
[ai]
ay
Ø
saitan: setan
halai: helai
8.
[ui]
uy
Ø
Ø
tutuy: hantam
9.
[p]
p
pacah: pecah
japai: sentuh
hangkup:bentur
10.
[b]
b
bahaman:geraham
kibit: cubit
Ø
11.
[t]
t
tuyuk: tumpuk
hanta: payau
harit: menderita
12.
[d]
d
darau: serentak
adangan: kerbau
Ø
13.
[c]
c
caur: kacau
acil: bibi
Ø
14.
[j]
j
jalawat:ikan jelawat
katuju: suka
Ø
15.
[k]
k
kawa: bisa
mukung:cembung
kuciak: teriak
16.
[g]
g
ganal: besar
bagah:kenyang air
Ø
17.
[m]
m
muak: muntah
mumuk: remuk
banam: bakar
18.
[n]
n
nahap: mantap
pinandu: kenal
hakun: mau
19.
[ᵑ]
ng
ngaran: nama
bungsal:tersembul
kujihing:tawa
20.
[ń]
ny
nyanyat: ketagihan
lenyak: lembek
Ø
21.
[s]
s
simpuk: tumpuk
wisa: racun
jimus: basah
22.
[h]
h
hantup: bentur
muha: muka
saharah: peti
23.
[l]
l
likat: pekat
lilit: ikat
ambul: kukus
24.
[r]
r
ranai: diam
jarang: rebus
cagar: bakal
25.
[w]
w
wadah: tempat
salawar: celana
Ø
26.
[y]
y
yaksa: raksasa
muyak: bosan
Ø

Berdasarkan tabel 1. terlihat bahwa kosakata bahasa Banjar terdiri dari vokal, diftong, dan konsonan. Vokal bahasa Banjar terdiri dari 5 fonem. Diftong bahasa Banjar terdiri dari 3 fonem. Sedangkan konsonan terdiri dari 18 fonem. Keseluruhan fonem dapat berdistribusi dalm 3 posisi, kecuali [au], [ai], dan [ui] yang tidak dapat berdistribusi di posisi awal kosakata. Fonem [ui] yang tidak dapat berdistribusi di tengah kata. Sedangkan fonem yang tidak dapat berdistribusi di akhir kosakata adalah [b], [d], [c], [j], [g], [ń], [w], dan [y].
Kosakata yang terdapat pendistribusian fonem pada tabel 1 dapat diklasifikasikan kembali berdasarkan suku katanya yang meliputi:
a) suku dua
misalnya:
a-nyar
i-lung
u-yuh
o-meh
eng-ken
pa-cah
b) suku tiga
misalnya:
sa-ro-bong
sau-ra-ngan
ba-ha-man
a-da-ngan
ja-la-wat
ka-tu-ju

Penekanan kata pada bahasa Banjar terletak pada suka kata kedua dari belakang. Hal ini terdengar ketika terjadi percakapan seperti kutipan berikut:
Pembeli    : Bijinya diapai?
                   (bijinya diapakan?
Pedagang : Ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan ini nah.
                   (ditanam di sini, di tempat ini, disemai seperti itu, baru ia hidup, baru disimpuk dengan akar eceng gondok, disimpuk dengan ini.

Tuturan bijinya diapai dituturkan dengan cara menekan tiap kata pada suku kata kedua dari belakang. Oleh karena itu, tuturannya menjadi bij-ji-nya di-ap-pa-i. Sama halnya dengan tuturan kedua ditanam di sini, di wadahnya sini dilambak modelan nya, anyar inya hidup am, anyar disimpuk wan akar ilung, disimpuk wan ini nah. Tuturan tersebut dilafalkan sebagai berikut dit-ta-nam di sin-ni, di wad-dah-nya sin-ni dil-lam-bak mo-del-lan nya, any-nyar iny-nya hid-dup am, any-nyar dis-sim-puk wan ak-kar il-lung, dis-sim-puk wan in-ni nah.

2. Morfologi
Proses pembentukan kata bahasa Banjar pada masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan terlihat pada afiksasi, reduplikasi, dan kata majemuk. Afiksasi terlihat pada pemberian imbuhan di awal/prefiks (di-tanam, ba-ganal), imbuhan di akhir/sufiks (banam-i), pemberian imbuhan serentak/konfiks (di-apa-i). Reduplikasi bahasa Banjar terlihat pada pengulangan kosakata secara penuh (misalnya: pacah-pacah), pengulangan berimbuhan (bakuciak-kuciak). Sedangkan pada pembentukan kata majemuk terdapat pada akar ilung. Selain adanya afiks, reduplikasi, dan komposisi, juga terdapat pemberian partikel seperti gin, pang, ja, lah, kah, am, ai.
Kelas kata yang terdapat pada bahasa Banjar meliputi kata benda (ilung, ngaran, wadah, yaksa, biskom, sarobong, dll), kata sifat (anyar, engken, omeh, ganal, nahap, dll), kata kerja (darau, hantup, japai, lilit, banam, dll), kata ganti (acil, galuh, inya, sidin, sini, dll), kata bilangan (samunyaan, sikit, dll), kata keterangan (pina), kata depan (di jukung, matan sungai lulut), kata penghubung (wan, lamun, nang, dll), kata sandang ( si acil), dan kata seru (umai, akai, dll).

3. Sintaksis
Sintaksis merupakan tataran bahasa yang berkaitan dengan pembentukan kalimat. Untuk membentuk kalimat, diperlukan unsur-unsur pembentuknya yang meliputi kata, frasa, dan klausa. Kata merupakan satuan terkecil dalam tataran kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsinya dan non-predikatif. Sedangkan klausa adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang berpotensi untuk menjadi kalimat.
Hubungan antara kalimat, klausa, frasa, dan kata dapat terlihat pada tabel berikut.

Kalimat
Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah.
Klausa
Ini kawa di biskom
biskom nang pacah-pacah
Frasa
-
-
di biskom
biskom nang pacah-pacah
Kata
ini
kawa
di
biskom
biskom
nang
pacah-pacah









Kalimat
lombok sekumpul namanya.

Klausa
lombok sekumpul ngarannya
Frasa
-
-
ngarannya
Kata
lombok sekumpul
ngaran
nya










Kalimat
umpat malihat pang biji rambai nitu!

Klausa
umpat malihat pang biji rambai nitu!

Frasa
umpat malihat pang
biji rambai nitu
Kata
umpat
malihat
pang
biji rambai
nitu








Kalimat
Kami kada malarangi pang.
Klausa
Kami kada malarangi pang
Frasa
-
kada malarangi
-
Kata
kami
kada
malarangi
pang






Dari beberapa contoh tersebut terlihat bahwa sebuah kalimat yang dibentuk, tidak pernah terlepas hubungannya dengan tataran-tataran di bawahnya. Pembedaan kalimat, klausa, frasa, dan kata yang terdapat pada bahasa Banjar tidak berbeda jauh dengan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari pengelompokan kelas-kelas kata yang juga sama dengan kelas kata di bahasa Indonesia. Hal yang menjadi pembeda adalah kosakatanya. Sistem pembentukan klausa dan frasa pun mirip dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, penggunaan kalimat-kalimat yang diujarkan lebih pendek. Hal ini merupakan ciri khas tuturan lisan yang tidak mensyaratkan penggunaan kalimat dengan fungsi lengkap dan sesuai kaidah yang benar, namun lebih ditekankan pada keefesienan dalam pemahaman tuturan.

4. Wacana
Wacana yang disajikan masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan adalah wacana lisan dalam bentuk transaksi jual-beli. Wacana lisan tersebut melibatkan penjual dan pembeli dalam berinteraksi, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya transaksi sesama penjual.
Struktur wacana yang terdapat pada transaksi jual-beli di Pasar Terapung Lok Baintan melibatkan inisiasi, respon, dan feedback. Inisiasi adalah pemicu terjadinya percakapan. Respon adalah tanggapan terhadap inisiasi. Sedangkan feedback merupakan umpan balik.


1)      Pembeli 1 : Cil ini kena dipindah kawa lah?
                            (Bi, ini nanti dipindah bisa?)
2)      Pedagang : Ini kawa di biskom, biskom nang pacah-pacah, inya kalau wadahnya ganal kena jambar banar.
                            (ini bisa di baskom, baskom yang pecah-pecah, ia kalau tempatnya besar, nanti sangat jambar)
3)      Pembeli 1 : Jambar lah?
                            (jambar?)
4)      Pedagang : Iih jambar.
                            (iya, jambar)
5)      Pembeli 2 : Jambar tu apa cil?
                            (jambar itu apa, Bi?)
6)      Pembeli 1 : Jambar tu banyak cabang.
                            (jambar itu banyak cabangnya)
7)      Pedagang : Jambar tu baganal ngarannya. Sambatan kita di sini.
                            (jambar itu besar namanya. Sebutan kita di sini)
8)      Pembeli 2 : ooo, inggih.
                            (ooo, iya)

Percakapan tersebut melibatkan seorang pedagang dengan dua orang pembeli. Pada tuturan (1), (3), dan (5), berfungsi sebagai inisiasi atau pemicu tuturan yang difokuskan dalam pembahasan tata cara penanaman lombok sekumpul. Sedangkan respon diberikan oleh pedagang terhadap tuturan pembeli 1 dan pembeli 2, serta pembeli 1 terhadap pembeli 2. Hal ini dapat terlihat pada tuturan (2), (4), (6), dan (7). Feedback atau umpan balik terhadap tanggapan (respon) dari pedagang dan pembeli 1 diberikan oleh pembeli (2) dengan tuturan (8).

E. Penutup
Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa merupakan alat pelestari dan pengembang budaya. Sedangkan budaya lebih disikapi sebagai aturan maupun warisan dari nenek moyang. Tanpa bahasa, budaya akan punah. Demikian pula sebaliknya, tanpa budaya, bahasa tidak ada.
Masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan masih memiliki hubungan yang erat dengan budaya asli Banjar. Hal ini tercermin dengan masih dimanfaatkannya sungai sebagai tempat membangun rumah, serta media usaha dalam bentuk perdagangan di atas sungai dengan menggunakan perahu kecil yang bernama jukung. Selain itu, masyarakat Banjar di daerah Lok Baintan yang erat kaitannya dengan agama Islam, ikut mewarnai pembentukan karakter masyarakat setempat. Corak budaya Islam terlihat dari pemanfaatan waktu aktivitas (berdagang) setelah ibadah (Subuh), pakaian tertutup dengan menggunakan selendang maupun kerudung, serta topi besar, dan masih diterapkannya sariat Islam dalam transaksi.
Bahasa yang digunakan masyarakat Pasar Terapung di Lok Baintan didominasi oleh bahasa Banjar Kuala karena wilayahnya merupakan kawasan bagi masyarakat dengan dialek kuala. Penggunaan bahasa Banjar pada masyarakat tersebut (pedagang Pasar Terapung Lok Baintan) masih memperlihatkan keaslian dan pemertahanan bahasa yang didominasi oleh bahasa Banjar.
Bahasa Banjar memiliki tataran dalam pembentukan bahasanya. Tataran tersebut meliputi tataran bunyi (fonologi), tataran pembentukan kata (morfologi), tataran pembentukan kalimat (sintaksis), dan tataran pembentukan wacana. Keseluruhannya membentuk sebuah sistem yang saling berkaitan dalam pembentukan makna yang dapat diterima dalam komunikasi.